Mencicipi Kuliner Kekinian di OTW Food Street Palembang

Dulu, awal datang di kota Palembang di tahun 2011, saya sempat ngerasa kalau kuliner di Palembang cuma gitu-gitu aja. Bolak-balik pempek dan aneka ragam jenis olahan ikan campur tepung lainnya, pindang, mie celor, dan martabak kuah kari. Kuliner kaki lima lainnya pun standar macam pecel lele dan seafood, sate kambing atau ayam, nasi goreng, martabak malabar, bakso, ya gitu-gitu lah. Sebagai mantan anak kuliahan Bandung yang doyan jajan dan kuliner di Bandung aneka ragam melimpah ruah, wajar rasanya kalau selalu dilanda kebingungan saat mau jajan di Palembang.

Itu…..dulu………

Kira-kira tahun 2014, mulai banyak tempat-tempat makan baru di Palembang yang menawarkan makanan yang makin variatif, atau kalaupun makanannya bahan dasarnya umum, yang jadi nilai jual adalah konsep tempat makannya yang unik. Makin ke sini, brand-brand ternama semacam Sushitei, Pancious, atau Pepperlunch, juga mulai masuk di Palembang.

Sayangnya, ga semua bertahan lama. Holycow Steak sempat buka di Social Marketplace (SOMA) dan rasanya cuma bertahan 1 tahun, CrazyCrab sempat buka di Palembang Icon juga ga bertahan lama, dan banyak lagi. Ada yang masih bertahan namun jumlah outlet makin sedikit.

namanya juga bisnis……

Itulah sebabnya, kalau ada kuliner baru di Palembang, kadang suka ngebujukin Bojo buat jajan dan icip-icip (yaaaa, ini adalah contoh istri yang tidak hemat :D). Alasannya? Takut keburu tutup dan ga sempet nyobain…hehehe…dan tempat makan yang kita coba baru-baru ini di Palembang adalah…..

OTW Food Street Palembang

OTW Food Street ini berlokasi di simpang Jalan Sumpah Pemuda dan Jalan Angkatan 45. Tempatnya cukup mencolok di pojokan dengan tulisan yang cukup besar OTW Food Street.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Area parkir OTW Food Street ga terlalu luas dan pada sore hari di hari libur sudah penuh, jadi ya, kami parkir di pinggir jalan gitu. Begitu masuk…..mayoritas pengunjung adalah anak muda kira-kira SMA sampai kuliahan gitu. Tapi meja di sebelah kami duduk adalah sepasang Bapak-Ibu mungkin usia 40-50an tahun sih.

OTW Food Street ternyata restoran yang sudah punya cabang di banyak kota seperti Jakarta, Depok, Malang, dan banyak lagi yang menawarkan konsep makanan “kekinian”. Makanan “kekinian” itu yang kayak gimana sih? Intinya yang lagi ngehits di Social Media, atau pakai bahan-bahan yang aneh, contoh : Black Burger dan Mie Hitam.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

OTW merupakan singkatan On The Way  dan Food Street artinya jalanan penuh makanan. Jadi kalau diibaratin OTW Food Street ini bakal penuh dengan variasi makanan, mulai dari light meal seperti gorengan (french fries, pisang goreng, dll), sandwich bakar, pisang panggang, roti bakar, nasi & mie goreng, ricebowl, bakso & mie ayam, burger, hotdog, ramen, long john bread, serta minuman mulai dari ice tea & coffe, variasi soda, variasi blended, bahkan ada dessert juga dari es durian, es cendol, jelly, bahkan variasi ketan.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Saking banyaknya pilihan dan banyak yang dimau, kita jadi pusing sendiri. Wajar rasanya banyak anak muda rame-rame makan di sini. Biasanya kan jadi mesennya banyak macam trus bisa saling icip (mungkin itu anak muda kere macam aku jaman dulu hahahaha :D).

Awalnya sempet ngiler ngeliat ibu di meja sebelah yang pesanannya ada tulang besar (yang biasa isi sum-sum gitu), tapi pengen ramen warna hitam juga. Akhirnya pesan Ricebowl Cumi Telor Asin, Black Beef Ramen, Mie Ayam Jamur Bakso, Special Blended Bubble Gum & Marshmallow, dan Es Cendol Duren.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

OTW Food Street ini bisa diibaratin seperti food court ya, jadi ada station sendiri untuk pesan makanan dan station lain untuk pesan minuman. Kalau ngerasa pesanannya banyak, catat dulu deh di HP sebelum kelupaan karena ga dikasih kertas juga buat nulis.

Waktu tunggu dari saat memesan ke pesanan datang ga terlalu lama. Minuman keluar duluan baru makanan belakangan.

Special Blended Bubble Gum & Marshmallow

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Rasa bubble gumnya kerasa sih, dan marshmallownya juga lumayan banyak. Anak kecil doyan ini ngambil marshmallownya. Kalau mesen minuman cuma ini bakal seret pas makan.

Es Cendol Duren

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Durennya terasa, cendolnya juga lumayan banyak. Segar dan manis.

Ricebowl Cumi Telor Asin

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Cuminya dikit, telor asinnya juga kurang berasa.

Black Beef Ramen

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Kuahnya segar sih, sempat khawatir sama mie yang warnanya hitam. Ternyata enak-enak aja.

Mie Ayam Jamur Baso

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Rasanya sih biasa aja. Lebih doyan mie ayam mamang-mamang hahaha.

 

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Desain interior OTW Food Street mengusung tema industrial dengan meja yang dibuat dari mesin jahit bekas. Lukisan di tembok pun menambah semarak suasana. Area ada outdoor dan indoor di lantai 1 dan ada juga area di lantai 2. Mungkin karena sasaran pengunjung adalah anak muda, ga ada high chair untuk bayi.

Setelah makan, kami sempat ditanya oleh pasangan Bapak-Ibu meja sebelah, “gimana rasanya?” dan kami jawab lumayan sih, lumayan ngenyangin walau rasanya ga terlalu nampol. Kalau menurut Bapak-Ibu tersebut rasanya biasa aja dan sum-sum di tulangnya tadi sedikit (untung ga jadi mesen hahaha). Mungkin lidah kami yang sudah menua ini kurang cocok sama menu kekinian….atau karena lidahku sendiri sudah terdoktrin oleh micin yang nampol banget dan kurang berasa di makanan di OTW Food Street ini.

Buat rame-ramean sama temen dan nyoba makanan kekinian, OTW Food Street ini boleh dicoba kok. Apalagi harganya juga ga terlalu bikin kantong kempes. Budget per orang bisa cukup sekitar 50.000-75.000 rupiah. Tapi kalau porsi makan besar, kayaknya perlu mesan lebih dari 1 menu makanan, karena 1 kurang ngenyangin hahaha.

Continue reading

Kopi Kong Djie Palembang

Kembali Ke Masa Lalu di Kopi Kong Djie Palembang

Belitung terkenal dengan sebutan daerah 1001 Warung Kopi. Memang benar adanya, waktu main ke Pulau Belitung, banyak sekali warung-warung kopi di pinggir jalan. Namun, yang paling banyak terlihat (dan paling diingat) adalah Warung Kopi Kong Djie, karena dari tampilannya saja sudah mencolok, yaitu ada teko-teko raksasa yang dipajang.
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Di kota asalnya sendiri, yaitu Tanjung Pandan Belitung, Warung Kopi Kong Djie (Kong Djie Coffee) menjadi favorit. Kopi Kong Djie sudah ada sejak tahun 1943 didirikan oleh Ho Kong Djie dan di Tanjung Pandannya sendiri yang paling asli ada di daerah Simpang Siburik.

Kini, Kopi Kong Djie sudah memiliki beberapa cabang baik di Belitungnya sendiri, maupun di kota lain seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Palembang. Ibaratnya nih, Kopi Kong Djie bisa dibilang Starbucksnya Belitung. Sistem yang ditawarkan untuk cabang lain adalah franchise. Bahan bakunya dari Kong Djie Belitung, dan lokasi cabang itu ditempatkan orang yang telah dilatih untuk meracik kopi ciri khas Kong Djie.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Beberapa waktu lalu, aku sempat mencoba Kopi Kong Djie di Palembang. Sempat nyasar karena sok tau dan gak nge-google maps, akhirnya ketemu juga dengan Kopi Kong Djie yang berada di area Dempo Dalam. Awalnya ragu, karena daerahnya adalah daerah seperti rumah-rumah, rupanya memang tempat ngopi ini menempati rumah model lama sekaligus studi foto Josh Canon.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Dari luar area, sudah tampak konsep yang diusung adalah Vintage, dengan menggunakan meja yang tiangnya dari rangka Vespa bekas. Terdapat area dengan teko-teko raksasa khas Kopi Kong Djie untuk meracik kopi khas Belitung tersebut. Di sebelahnya, ada gerobak untuk memasak menu makanan.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Saat masuk ke dalam, suasana jaman dulu makin terasa dengan adanya pajangan barang-barang asli jaman dahulu, seperti sepeda ontel, kaleng kerupuk model lama, telepon umum, kamera analog model lama, televisi tabung, bahkan permainan seperti Nintendo. Dekorasi yang sedang nge-tren ini tentu saja menarik untuk foto-foto.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Ada dua ruangan di kafe ini, yaitu area smoking dan non smoking. Pengunjung bisa juga duduk di luar kafe. Untuk jam bukanya sendiri mulai dari pukul 07.00 sampai dengan 23.00 (di malam minggu) dan 21.00 (di hari biasa).

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

 

 

 

 

 

Menu Minuman yang ditawarkan adalah Kopi O (Kopi Hitam), Kopi Susu, Teh Susu, Coklat, Teh Manis, dan Teh Tawar. Kisaran harga untuk minuman mulai dari 4.000 – 15.000 rupiah. Sementara, makanan yang disajikan di Kopi Kong Djie Palembang ini kebanyakan cemilan, seperti telor 1/2 matang, pisang coklat keju, dan roti bakar dengan rasa coklat, keju, dan srikaya. Namun, mengingat jam operasional mulai pukul 07.00, menu Nasi Uduk dan Bubur Ayam Bandung pun ditawarkan. Selain itu, tentu saja sajian khas Palembang ditawakan seperti Model Gendum, Tekwan, Lenggang Goreng, Mie Tahu, dan Mie Celor.  Untuk menu masakan khas Belitung bagaimana? Sayangnya belum ada 😦 Sedih, padahal pengen makan Mie Atep dan Gangan khas Belitung.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Rasa dari kopi khas Belitung yang (menurutku) memang agak ‘berat’ dan sedikit pahit, tetap terasa di Kopi O maupun Kopi Susu. Susu kental manis di Kopi Susu nya tidak terlalu banyak, sehingga rasa pahit kopi masih terasa. Secara rasa, memang tidak terlalu berbeda dengan rasa kopi Kong Djie dari Belitung yang sempat diicipi di bulan April lalu. Aku sendiri prefer untuk sajian kopi dengan es karena lebih menyegarkan. Makanannya sendiri, cukup enak untuk mengganjal perut. Oh, ya, selain memesan pisang goreng coklat keju, aku juga mencicip martabak mini yang ada di dekat kasir. Cuka yang disajikan, enak.

Walaupun tempat ini gak punya highchair biar anak anteng duduk, tapi bisa teralihkan dengan ngajak anak keliling dan mengenalkan ke barang masa lalu yang pernah dicoba. Kopi Kong Djie Palembang, bisa menjadi tempat pilihan nongkrong untuk sekedar nge-ganjel perut. Ada Wi-Fi nya juga, kalau mau sambil ngerjain sesuatu, bisa lah. Plusnya adalah harga yang ga bikin kantong jebol dan dekorasi yang asik untuk bernostalgia dan foto-foto.

Lokasi Kopi Kong Djie di Palembang ada di sini :

 

Silahkan juga cek video ini 🙂