1 Jam Menjadi Pengantin Minang di Istana Basa Pagaruyung

Saat merencanakan dan akhirnya menikah di tahun 2015 lalu, aku dan suami sepakat tidak menggunakan adat daerah asal kami berdua (baik Jawa maupun Minang). Terlebih orang tua pun tidak memaksa, kami memilih tanpa adat tertentu. Yang penting sah, cepat selesai acara. Sama-sama gak mau ribet dan pusing sih.

Beberapa waktu lalu, kami pulang ke tempat suami di Padang, karena adik laki-lakinya akan menikah. Karena mendapatkan istri orang Minang juga, maka adat Minang akan dijalani. Kata suami, pesta adat Minang, apalagi dilakukan di rumah, bisa semalam suntuk.

https://photos.app.goo.gl/pNkf15hgNLWuZPsq5

Ternyata, melihat pasangan pengantin menggunakan pakaian adat membuat kami sirik. Hahaha, menyesal sekarang gak punya foto pasangan dengan pakaian adat. Lalu, aku teringat bahwa di Istana Pagaruyung Batusangkar bisa foto-foto dengan baju adat Minang.

Maka, pergilah kami ke Istana Pagaruyung Batusangkar demi punya foto pengantin Minang.

***

ISTANA BASA PAGARUYUNG

 

Istana Basa Pagaruyung dibangun mulai tanggal 27 Desember 1976. Istana Basa Pagaruyung adalah bangunan rumah adat Minangkabau yang berbentuk rumah gadang dan berlokasi di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar. Tempat ini menjadi tempat tinggal sekaligus pusat Kerajaan Minangkabau yang dipimpin oleh Rajo Alam atau Rajo Diraja Kerajaan Minangkabau.

Istana Besar atau Istana Agung Pagaruyung ini merupakan duplikat dari istana serupa yang pernah dibangun di Gudam namun dibakar oleh Belanda pada tahun 1804. Istana Basa Pagaruyung dibangun sebagai perwujudan akan pelestarian nilai-nilai adat, seni, budaya, serta sejarah Minangkabau. Istana ini pernah terbakar tahun 2007 lalu dibangun kembali dan diresmikan pada tahun 2012.

https://photos.app.goo.gl/DLMLjvpoTZar2ZFt7

Kompleks Istana Pagaruyung sangatlah luas, namun bangunan utama yang berbentuk rumah gadang jelas menjadi penarik perhatian. Terdapat 3 lantai, 72 tonggak, serta 11 gonjong (atap lancip) yang membentuk istana ini. Rumah Gadang Minangkabau biasanya dibangun sebagai tempat pelaksanaan adat serta dibangun berdasarkan mufakat semua anggota kaum dan atas persetujuan Penghulu Nagari dan dibiayai Suku (paruik). Istana Basa Pagaruyung tak hanya memiliki kekhasan fisik bangunan (atap bagonjong), tapi juga dilengkapi ukiran falsafah dan budaya Minangkabau.

 

Jarak Istana Pagaruyung dari pusat kota Padang adalah sekitar 100 km, sehingga diperlukan waktu kurang lebih 3 jam perjalanan untuk menuju ke lokasi wisata ini. Perjalanan menuju Pagaruyung akan melalui kota Padang Panjang dan Batusangkar. Jalur pegunungan yang berkelok yang kerap ditemui selama perjalanan darat di Sumatera Barat pun akan dilalui untuk dapat sampai ke lokasi wisata ini.

Terdapat area parkir yang luas di luar kompleks Istana Basa Pagaruyung. Cukup berjalan sekitar 50-100 meter dari area parkir ke pintu masuk komplek. Untuk masuk ke Istana Basa Pagaruyung, karcis masuknya adalah Rp 7.000,- untuk wisatawan domestik anak-anak, Rp 15.000,- untuk wisatawan domestik dewasa, serta Rp 25.000,- untuk wisatawan asing.

https://photos.app.goo.gl/MwJGufAn8nnWscWC7

Ketika masuk kompleks, kita akan disambut oleh badut-badut lucu yang tak hanya menggunakan kostum karakter kesukaan anak-anak seperti Princess Elsa, tapi juga badut dengan kostum pakaian adat Minangkabau.

Jarak dari pintu masuk ke lokasi istana lumayan bikin berkeringat dan haus, apalagi cuaca juga sangat panas. Untuk dapat menyewa baju adat khas Minang, kita bisa langsung ke lantai dasar istana. Terdapat aneka warna baju adat dengan berbagai ukuran yang bisa disewa. Di lantai dasar ini, selain terdapat jejeran pakaian adat untuk disewakan, juga tampak dua buah area kamar yang dihias layaknya pelaminan yang bisa digunakan untuk berfoto.

https://photos.app.goo.gl/aGeddj87PXp4rL9QA

Tarif untuk menyewa baju adat nasional hanya Rp 35.000,- untuk dewasa dan Rp 30.000,- untuk anak-anak. Sementara itu, terdapat pula penyewaan kostum adat daerah (VIP) dengan tariff Rp 150.000,-. Setelah memilih warna yang diinginkan, kita akan dipakaikan baju oleh ibu-ibu. Urusan dandan sebelum difoto, dandanlah sendiri agar lebih tampak cantik.

Di lantai 2 dan 3 bangunan ini menjadi tempat dipamerkannya barang-barang peninggalan kerajaan seperti keris, cincin, peralatan dapur, atau perabotan seperti tempat tidur, kursi, meja rias, lemari, dan singgasana untuk raja. Area luas di lantai 2 diatur dengan disekat-sekat layaknya sebuah kamar terbuka. Sebagai pengunjung, kita bisa melihat detil kamar yang diatur layaknya kamar kerajaan ini.

https://photos.app.goo.gl/53XiU8CyyzCnz6eN9

Untuk menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan Istana Basa Pagaruyung, pengunjung diminta tidak merokok. Apalagi mengingat bangunan yang dibuat dari kayu dan mudah terbakar. Masuk istana pun kita diminta tidak menggunakan alas kaki. Alas kaki dapat kita tinggal di tangga dengan memasukkan ke kantong-kantong plastik. Tentu lebih baik membawa kantong plastik sendiri jika tidak ingin tertukar atau bercampur dengan milik pengunjung lain. Pengunjung dapat memberi seikhlasnya sebagai tarif untuk menjaga alas kaki agar tidak hilang ke kotak yang telah disediakan.

Lantai 2 menjadi lokasi yang paling oke untuk berfoto ala pengantin Minang. Selain latar yang mendukung, ada pula properti yang boleh digunakan untuk mendukung foto-foto ala pengantin. Pastinya, berfoto ala pengantin tak hanya dilakukan di dalam istana. Kita juga bisa berfoto ala pengantin di luar istana. Aha, jadilah, kami punya foto pakai baju adat Minang layaknya pengantin baru. Padahal mah, post wedding kali ya tepatnya judulnya.

Jika tak ingin repot atau ingin mendapat foto langsung jadi selepas dari Istana Basa Pagaruyung, tak ada salahnya meminta bantuan para tukang foto yang siap membantu pengunjung mengabadikan momen di Istana Basa Pagaruyung. Harga cetak foto ukuran 12R adalah Rp 30.000,- dan ukuran 6R adalah Rp 20.000,-. File hasil foto pun boleh dicopy.

Istana Basa Pagaruyung memang menjadi obyek wisata wajib dikunjungi saat ke Sumatera Barat. Pada libur lebaran, biasanya istana ini ramai sekali. Maka, saranku, jika memang ingin sengaja berfoto (seperti kami), ada baiknya main ke Istana Pagaruyung bukan di momen liburan agar cenderung lebih sepi, bisa mendapat baju sesuai warna yang diinginkan, serta jadi tak terlalu malu jika berfoto mesra. #eh.

https://photos.app.goo.gl/9ymiaoiorFjjyyTW9

https://photos.app.goo.gl/rcXcjiJUhBX7mzzz6

Hal yang menarik di Komplek Istana Basa Pagaruyung sebenarnya tak hanya rumah gadang besar saja, ada pula Rangkiang Patah Sambilan (tempat menyimpan hasil panen padi), surau (musala), rumah tabuah (tabuh – beduk), balai rung, taman, dan lain-lain. Ada kereta yang bisa digunakan untuk berkeliling komplek besar ini.

https://photos.app.goo.gl/pJjTPsBomK1PQ3ZE7

Rasanya, konsep Istana Pagaruyung yang memfasilitasi keinginan untuk mengenal adat dari suatu daerah, bahkan berfoto dengan pakaian adat dan merasakan sensasi menjadi orang daerah tersebut layak untuk ditiru obyek wisata atau museum di daerah lain. Sekarang, tinggal mencari tempat untuk foto pakai adat Jawa.

Sejenak di Bukittinggi, Rugi!

Bukittinggi merupakan salah satu daerah di Sumatera Barat yang wajib dikunjungi. Kota kelahiran proklamator RI, Mohammad Hatta (Bung Hatta) ini memiliki tempat yang cukup banyak memiliki sejarah. Ikon utama yang sudah pasti menarik perhatian adalah Jam Gadang.

Saat berkunjung ke Sumatera Barat pertama kali di tahun 2015, aku berkesempatan mampir ke Bukittinggi melihat Jam Gadang serta berbelanja di Pasar Atas Bukittingi yang tak jauh lokasinya dari Jam Gadang.

Tak hanya itu, Bukittinggi juga memiliki Pasar Los Lambuang yang menjadi surga nasi kapau. Juga itik lado mudo di Ngarai Sianok. Dari booklet Atraksi Wisata Lebaran Sumatera Barat yang aku dapatkan, ada wisata dengan bendi (delman / kereta kuda) untuk mengelilingi kota.

Sejak di Palembang, sebelum berangkat mudik ke Padang, aku sama suami sudah merencanakan akan menginap di Bukittinggi. Tapi seperti biasa, kami menunda mem-fix-kan rencana karena khawatir ada perubahan kondisi yang terjadi saat di Padang. Apalagi, tujuan utama mudik adalah menghadiri pernikahan adik.

Ternyata rencana memang gagal karena perut si suami bermasalah setelah makan Sate Danguang-Danguang di Payakumbuh. Jadwal ke Bukittinggi pun meleset karena baru bisa berangkat siang hari. Kami juga punya rencana ke Istana Pagaruyung di Batusangkar. Harus ke dua daerah serta tak ada rencana menginap karena ada yang kerja keesokan harinya, membuat kami baru tiba di Bukittinggi sekitar pukul 5 sore.

Jam Gadang

Menara jam berwarna putih dengan pucuk layaknya atap khas rumah minang (atap bagonjong) menjadi salah satu pusat perhatian di Bukittinggi. Di sekitar menara jam ini terdapat taman yang cukup luas. Taman di sekitar Jam Gadang menjadi arena berkumpulnya masyarakat, ada yang berjualan makanan, mainan, bahkan jasa melukis wajah. Dari taman pula kita bisa melihat keindahan kota Bukittingi.

https://photos.app.goo.gl/gkHr4hV2v9BZ69Po6

Jam Gadang selesai dibangun pada tahun 1926. Monumen setinggi 26 meter ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada sekretaris kota, HR Rook Maker. Jika diperhatikan lebih detil, ada satu hal yang menarik dari jam ini. Penulisan angka di dalam jam ditulis dalam angka romawi, namun angka 4 yang seharusnya ditulis ‘IV’ justru ditulis dengan ‘IIII’.

Banyak yang mengibaratkan Jam Gadang ini layaknya Big Ben di Inggris. Jam Gadang dan Big Ben memiliki kesamaan yaitu penggunaan mesin manual yang dibuat di pabrik Vortmann Recklinghausen, Jerman.

Tak jauh dari taman, terdapat Pasar Atas (Ateh) yang menjual aneka kain sulaman dan bordiran khas tanah minang. Sayangnya, Pasar Atas mengalami kebakaran sekitar Oktober 2017 lalu dan kini sedang dibangun kembali. Namun, pedagang masih bisa berjualan di kios-kios sementara yang dibangun.

https://photos.app.goo.gl/dqZLCbKVhzQaome37

Lokasi Jam Gadang juga dianggap menjadi pusat dari kota Bukittinggi atau titik nol kilometer Bukittinggi. Saat datang kemarin, sedang ada truk-truk besar yang membawa barang untuk perbaikan taman Jam Gadang. Semoga kalau ada kesempatan berkunjung kembali taman ini menjadi lebih indah.

https://photos.app.goo.gl/xXfZW3LKGCYYS8ZZA

***

Setelah menikmati sore di Jam Gadang, kami ingin mencoba nasi kapau di Pasar Los Lambuang. Pasar Los Lambuang tak hanya menjual nasi kapau, tapi ragam makanan khas minang lain seperti aiaka, cindua, dan lainnya.

Los Lambuang berada juga tak jauh dari Jam Gadang. Untuk menuju ke Los Lambung, kita dapat menyusuri lorong dari Pasar Atas. Karena kondisi Pasar Atas sedang diperbaiki, kita harus masuk dari area pasar yang samping (seberang Masjid Raya Bukittinggi). Lorong panjang akan kita lalui. Sayangnya, saat itu mulai banyak toko yang tutup atau membereskan dagangannya. Aku pun tak jadi lirik-lirik kain border khas Minang.

Ada satu tangga yang menurun membawa kita ke area luas dengan kios-kios bercorak biru dan putih. Baskom besar yang biasa menjadi wadah lauk terlihat tertumpuk. Ya, saat kami datang ke Los Lambuang, para pedagang mulai memberesi dagangannya. Kami pun gagal menikmati nasi kapau.

https://photos.app.goo.gl/P1HRvBuJMSvVsDsc9

Los (Lorong) Lambuang (Lambung) memiliki makna lorong yang dapat mengisi lambung. Mungkin memang tujuannya adalah setelah kelelahan berbelanja di Pasar Atas atau Pasar Bawah (pasar yang menjual kebutuhan harian), kita mampir untuk mengisi lambung kembali agar mendapat energi.

Ngarai Sianok

Adik ipar pun mengajak kami ke Ngarai Sianok. Katanya, ada tempat enak untuk nongkrong, Rumah Pohon Abdul. Tapi harus segera karena tempat tersebut tutup pukul 20.00.

Ngarai Sianok berada di Kabupaten Agam. Menuju ke tempat tersebut diperlukan waktu sekitar 30 menit dari kota Bukittinggi. Wajar saja dibilang tutup pukul 8 malam, untuk menuju Rumah Pohon Abdul, jalan cukup kecil (muat 2 mobil) tapi berkelok-kelok dan penerangan pun minim.

Kuliner khas yang cukup terkenal di Ngarai Sianok adalah Itiak Lado Mudo. Beruntungnya menu ini juga ditawarkan di Restoran Rumah Pohon Abdul ini. Sebenarnya, restoran ini menawarkan panorama yang indah. Sayangnya, sudah terlalu gelap ketika kami datang.

https://photos.app.goo.gl/LstxmomGLnLdu9uW6

https://photos.app.goo.gl/rWQwjRN69jqaXiS97

***

Menurutku, cuma ke Bukittinggi di sore hari tanpa menginap itu jelas kurang sekali. Hanya sejenak di Bukittinggi jelas rugi, karena kota ini memiliki banyak pesona. Cobalah kalau berangkat dari pagi hari, kita bisa makan nasi kapau di Pasar Los Lambuang, lalu berbelanja di Pasar Atas untuk membeli oleh-oleh, mencoba wisata kota dengan bendi, mencari makan siang di Ngarai Sianok, lalu berkeliling kembali di kota melihat Lubang Jepang, Benteng Fort de Kock, atau Rumah Kelahiran Bung Hatta. Jika ingin bereksplorasi ke Kabupaten Agam (yang menjadi kabupaten dari daerah Ngarai Sianok) pun kita bisa melakukannya di sore hari. Ada Puncak Lawang yang menjadi lokasi untuk menikmati Danau Maninjau.

baca juga : Puncak Lawang, Danau Maninjau, dan Kelok 44

Tentu saja, Bukittinggi masuk daftar wajib untuk dikunjungi ulang kalau aku mudik ke Sumatera Barat. Tapi, sebisa mungkin hindari menghampiri Bukittinggi di akhir pekan atau libur Lebaran. Karena macetnya ga nahan. Tahun lalu kami memutuskan batal ke Bukittinggi karena kapok terkena macet yang hampir bikin semalaman di jalan.