Jadi Ibu ASIx

Sejak sebelum menikah dan memiliki keponakan dari kakak saya, saya sudah diberi ‘wejangan’ oleh ibu dan kakak saya tentang ‘kalau nanti punya anak dikasih ASI’. Seiring dengan hal tersebut, banyak para ibu-ibu muda di kantor yang sedang marak-maraknya pumping dan memperjuangkan ruang menyusui di kantor. Dulu saya tidak terlalu peduli. Yang saya tau sekedar ASI itu penting untuk bayi. 

Setelah hamil dan punya anak, banyak artikel dan literatur yang saya baca mengenai baiknya pemberian ASI (Air Susu Ibu) kepada anak. Banyak juga kampanye-kampanye yang digalakan tentang baiknya ASI. Ada pula kelas menyusui baik dari AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) atau AFB (ASI For Baby) maupun kelas prenatal di rumah sakit yang diselipkan materi pentingnya ASI. Di sosial media (twitter), bahkan ada akun @ID_AyahASI untuk para ayah yang mendukung gerakan menyusui, yang sudah menghasilhan buku Ayah ASI (saya dapat lungsuran buku ini dari kakak saya). Kantor saya pernah mendatangkan relawan dari @AFBSumsel untuk memberikan informasi tentang ASI. 
Menyusui ASI atau kini istilah kerennya adalah MengASIhi menjadi pilihan saya. Kenapa? 

  1. Alasan pertama adalah terdapat pada Al-Quran, “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan,” (QS al-Baqarah [2]: 233). Mungkin itulah muncul adanya ASI ekslusif 6 bulan (sesuai anjuran WHO dan pemerintah, yang kalau lulus biasa dibilang lulus S1 ASIx), 1 tahun ( yang kalau lulus dibilang lulus S2 ASIx), dan 2 tahun (S3 ASIx). Saya sendiri berniat bisa menyusui sampai 2 tahun. Semoga saja (amin).
  2. Alasan kedua adalah ASI memiliki kandungan yang baik dan menyehatkan. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kandungan nutrisi ASI secara umum terbagi atas dua macam, yakni nutirisi makro dan nutrisi mikro (mikro nutrien). Yang disebut pertama terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak, sedangkan yang kedua adalah vitamin dan mineral.
  3. Alasan ketiga adalah Hemat. Ya niatnya adalah hemat, karena dengan menyusui langsung saya berfikir tidak akan membeli susu formula untuk bayi. Tapi nyatanya tetap ada investasi yang diperlukan dalam proses ‘Penghematan’ ini. Investasi setiap ibu akan berbeda-beda tergantung kondisi. Investasi saya terdiri dari:
  • Pompa ASI. 

Pompa ASI yang saya beli awalnya adalah Pompa manual Avent tipe lama. Melihat kakak saya yang oke-oke saja pakai pompa manual saya jadi beli yang manual. 

Lalu saat Maheera terkena kuning di hari ke 15 hidupnya saya bertemu sesama ibu yang anaknya kuning dan dia pakai pompa elektrik. Sirik? Iyes. Akhirnya kabita dan beli online Pompa Elektrik Spektra. Semua pompa saya pakai akhirnya, yang manual buat pumping santai di rumah, yang elektrik seringnya dipakai di kantor karena bisa double pump.

  • Botol dan plastik ASIP

Ini penting untuk wadah hasil perahan ASI. Walau Botol Kaca direkomendasikan oleh para konselor ASi, saya lebih banyak menyimpan di plastik ASIP, merek favorit saya sih Gabag. Harganya relatif sekitar 45-55 ribu untuk isi 30. Pilihannya juga ada 2 ukuran yang besar (s.d 180ml di ukuran luarnya) dan ukuran kecil newborn (s.d 100ml). Kalau hasil perahan lagi sedikit, ya saya pilih yang newborn, biar berasa penuh. Botol kaca cuma bisa menampung 100ml. Memang benar, lemak ASI di botol kaca akan lebih tidak bersisa saat dipindahkan ke botol dot. Tapi mengingat ASI saya yang (alhamdulillah) cukup, saya milih banyak menyimpan di plastik ASIP karena di freezer lebih muat banyak (ga makan tempat).

  • Freezer ASI

Niat awalnya adalah menyewa, tapi ternyata ga dapat sewaan. Akhirnya? Ya beli Freezer merek Aquos Sharp, bukaan depan dengan 6 rak. Kenapa bukaan depan? Karena secara ukuran lebih muat di rumah saya yang mini dan rasany lebih gampang mengaksesnya dibanding yang bukaan atas. Freezer ASI cukup penting untuk saya yang bekerja dan harus nyetok banyak ASI. Dan sehubungan kulkas yang biasa freezernya sering penuh sama bahan makanan, saya pilih memisahkan Freezer khusus ASI.

  • Botol DOT atau gelas cup

Maheera dari kehidupan di hari ke 15nya sudah kena dot, waktu harus masuk ruang NICU untuk disinar karena kuning. Setelah itu, saya akhirnya memutuskan memakai dot, dengan berbagai risiko akibat penggunaan dot yang tentunya harus diterima oleh saya sebagai ibu. Syukurnya, Maheera sampai saat ini belum mengalami bingung puting. Saya rasa dia mengalami bingung dot di hari Senin, karena pada hari Sabtu dan Minggu ketika saya libur tentu dot nya berhenti dan menyusu langsung dari ‘gentongnya’. Konselor ASI akan menyarankan gelas sloki, softcup, feeder cup, spuit, atau sendok sebagai media untuk memberikan ASI. Saya pernah mencoba, dan syukurnya Maheera bisa. Tapi atas dasar pertimbangan perlu kesabaran dan effort ekstra, akhirnya pemberian ASI kembali menggunakan Dot. Untungnya ketika MPASI, Maheera bisa minum air mineral / air bening dari gelas cup kecil sebagai dasar latihan dia minum dari gelas. Saya setuju dengan konselor ASI yaitu pada dasarnya manusia akan lebih sering minum dari gelas, dan ga ada namanya bingung gelas. Tapi, semua kembali ke kondisi masing-masing. Harga botol dot juga ga murah-murah amat ternyata (ya tergantung merek sih). Yang saya punya Pigeon, Avent, dan Dr.Brown (hadiah kuis, dan ga kepake karena tinggi banget 240ml)

  • Sterilizer

Awalnya saya beli sterilizer uap merek Avent. Tapi sehubungan dengan sering cuci botol langsung di sterilkan supaya cepat ditaroh biar kering, akhirnya saya milih sterilkan dengan air mendidih atau air panas. Lebih simpel. Ya balik lagi semua ke kondisi di rumah masing-masing. 

  • Perintilan lainnya

Seperti sikat botol dot, capitan untuk botol dot setelah disterilisasi, dot ukuran berbeda setelah usia bayi bertambah, Cooler bag beserta icegel untuk menyimpan perahan di kantor.


Perintilan yang ternyata tidak perlu menurut saya adalah Warmer botol ASI, karena lebih murah beli wadah logam (aluminium) lalu isi air panas dan tinggal hangatkan botol di situ. Menurut bidan yang memberikan kelas menyusui, warmer suhunya makin lama makin meningkat dan panasnya justru bisa merusak ASI.

Oh ya, konon katanya, dengan menyusui, bonding ibu ke anak menjadi lebih erat. Ini jadi alasan keempat saya memilih memberi ASI. Namun ada saatnya bayi akan mengalami milestone separation anxiety yang artinya takut ditinggal atau berpisah dengan ibunya. Jadi, bukan berarti tidak menyusui ASI anak akan jauh dari ibunya. Tentu proses bonding anak dan ibu tidak sekedar menyusui saja, tapi juga bermain dengan anaknya, bercerita, dll. Omong-omong, kosa kata yang lebih sering Maheera ucapkan juga “yaa,yaaa,ayaaa” bukan ibu atau nen atau nyusu atau gentong (frasa-frasa yang saya pakai kalau waktu memberi ASI tiba). 

Walaupun demikian, kondisi setiap ibu, anak, dan keluarganya akan berbeda, maka sebenarnya menyusui ASI atau tidak itu akan kembali ke masing-masing orang. Saya tak punya hak atau belum dalam tingkat menggurui bahwa memberi ASI itu wajib. Saya hanya bisa bercerita tentang saya sendiri dan saya mencoba memahami kondisi orang lain yang mungkin berbeda. 

Saya sendiri, sampai saat ini merasa bersyukur masih diberikan kelancaran, walau kadang rasa malas pumping itu ada dan lebih nyaman menyusui langsung sebenarnya (padahal itu ga bagus juga mengingat semakin lama produktivitas mungkin saja makin menurun). Saya bersyukur, walau media penyimpanan ASIP saya pakai plastik yang dibilang lemaknya masih banyak ketinggalan, berat badan Maheera mengalami progress kenaikan yang cukup baik. Saya bersyukur, walau dikasih ASIP dengan botol dot, Maheera masih mau menyusu langsung dari sumbernya. Jujur, Maheera pada saat usia 5 bulan 2 minggu saya coba beri makanan. Jadi apakah dia lulus S1 ASI ekslusif ? Menurut saya sih iya, kalau orang lain bilang ngga ya udah. 


Ya, semoga saya ASI saya tetap lancar, Maheera tetap mau menyusu langsung dan dari botol DOT atau gelas (kalau saya lagi ga bisa menyusui langsung), rezeki buat bayar listrik tetap lancar, rezeki buat makan enak (booster ASI kan kebahagiaan) tetap ada. Semoga dengan kenikmatan yang diberi saya tetap diingatkan supaya tidak menjadi kufur nikmat. Semoga saya tidak menjadi ibu-ibu sombong dan nyinyir.