Common Ground Palembang @ SOMA

“Nun, kemarin aku nyoba Common Grounds yang di SOMA baru itu,” ujar Mba Lin membuka percakapan pagi.
“Wah, enak ga? Makan apa di sana mba? Bukannya itu tempat ngopi aja ya?” tanya saya sok tau.
“Si Ank makan kayak steak, mayan lah. Tempat ngopi sih, tapi makannya enak juga kok.” ujar Mba Lin lagi.

Wah menarik nih kalau ada steak-steak-annya. Secara, saya pecinta daging-dagingan model keringan gitu (dendeng, daging goreng, steak). Ya, walau gak nolak juga kalau dikasih rendang.

Akhirnya ajuin proposal dulu ke Bojo. Proposal permohonan makan steak dari istri yang (ngakunya) udah lama gak makan steak. Hihi, gak tau aja dia kemarin di Jakarta ke Holycow. Wehehehehe.

Baca juga : Kerinduan Holycow! yang Akhirnya Terbayarkan di TKP Halim

Seperti biasa, walau hari Minggu saya udah masak, biasanya porsinya ya cuma buat 2 kali makan. Entah siangnya jajan di luar, atau sore sekalian malam jajannya. Berhubung kemarin sore ke daerah Plaju dan bingung mau ke mana lagi. Akhirnya mutusin pulang, di jalan saya bilang (kode),”Kalau mau jajan, jajannya sekalian sekarang aja, soalnya lauk sisa dikit.”

Akhirnya si Bojo ngebelokin mobil ke SOMA (SOcial MArket). Wah kesempatan, mari kita ke Common Ground. SOMA ini bisa dibilang sebuah area yang kebanyakan isinya adalah tempat makan, tempat ngopi, dan tempat nonton. Dulu sempat ada Holycow di sini, tapi sekarang sudah tutup dan tenant yang bertahan urusan perut adalah Pancious, Pangkep 33, Terassa, Pasarasa, Potsuki, Tokopi, dan Common Ground. Urusan nonton, ada CGV di lantai paling atas. Eh, ada yang baru juga, ada barbershop dan reflexology sekarang di SOMA.

Yang jelas, untuk urusan tempat makan yang fancy-fancy, SOMA ini juaranya deh.

 

Oke, balik ke Common Ground.

 

Common Ground ternyata adalah gerai kopi yang berawal dari Jakarta. Kota Palembang merupakan kota pertama Common Ground di Pulau Sumatera. Selain di Jakarta (Neo Soho, Citiwalk, dan PIM 2), Common Ground juga buka di Surabaya dan Bandung.

Sentuhan industrial cukup terasa di Common Ground ini. Beberapa pipa-pipa besi terpasang di langit-langit area makan. Oh iya, area makannya sendiri ada indoor dan outdoor. Jadi, buat yang suka dengan angin alami, bisa menikmati area luar.

https://photos.app.goo.gl/ODKiFYQkKjToZYx32

Begitu kita masuk ke dalam, ada area untuk pembuatan minuman. Yang jelas sih, sebuah mesin kopi tampak dari kejauhan. Bisa jadi, kalau penasaran sama proses penyeduhan kopi, pelanggan bisa ngintip-ngintip dikit atau malah ngedatengin dan nanya-nanya sama baristanya.

Tentu saja saya milih yang bisa senderan empuk-empuk. Common Ground juga menyediakan baby chair untuk pelanggan yang membawa anak kecil. Sayangnya si bocah lagi ogah banget duduk di baby chair.

Lanjut urusan makanannya.

Jam buka Common Ground ini dari jam 7 pagi sampe 23.30 malam. Jadi, menu yang ditawarkan pun mulai dari menu sarapan sampai cemilan-cemilan sebelum nonton midnight. Eh, ada midnight gak sih di CGV?

Pilihan menunya di Common Ground jenisnya ada untuk brunch, main dish, sweets yang manis-manis kayak waffle. Minumannya selain kopi, ada beragam pilihan teh, serta jus buah. Sehat pokoknya.

Walaupun ini condong ke tempat ngopi, kami berdua tidak memesan kopi sih. Emang kopi bisa bikin tahan ngadepin anak Tapi,anak suka minta, ntar dia ga tidur-tidur lagi. Kalau dilihat dari tampilannya, saya yakin kopi di sini kualitasnya cukup tinggi.

Saya sih jelas ya, maunya milih yang daging-dagingan. Gak mau ayam soalnya udah masak ayam. Sempat bingung milih Steak & Eggs yang isinya Sirloin 150 gram tapi pakai telor atau Steak yang 200gram. Ceritanya sayang anak (alias pengen hemat), jadi pilihlah Steak & Eggs yang ada telornya secara bocah suka telor ceplok kuningnya aja. Suami awalnya niat makan Dorry Rice with Sambal Matah tapi ngeliat orang sebelah makan burger segede gaban, dia akhirnya milih Gourmet Beef Burger. Untuk minumnya, yang aman aja buat anak Ice Lemon Tea.

https://photos.app.goo.gl/ezXvORxaLIcQZc2e2

Seperti biasa, minuman akan disajikan duluan untuk menghabiskan waktu menunggu makanan datang. Tak terlalu lama rasanya untuk menunggu hidangan disajikan. Sekitar 10-15 menitan lah.

Sejujurnya, kami sempat ngerepotin mas-mas dan mba-mba di Common Ground ini. Ceritanya si bocah mau minum dan yeah kayak orang gede, maunya megang gelas sendiri dan dibalikin ke meja gak mau. Akhirnya dia pegang-pegang gelasnya, dan berakhir numpahin segelas iced lemon tea ke tempat duduk yang sofa panjang. Akhirnya pindah meja dan ya mas dan mbanya jadi kerepotan ngeringin tempat yang ketumpahan air tadi. Maaf lagi ya mba mas.

Dan, yaaaaaaaaaaa akhirnya Steak & Eggs saya dan Gourmet Beef Burger Bojo datang juga.

 

Steak & Eggs (130k)

Seperti namanya Steak & Eggs ini ya isinya daging steak yang ternyata sudah diiris tipis-tipis dan dipotong-potong juga, telor 2 buah yang digoreng, dan salad. Dagingnya gak terlalu banyak ya, 150 gram sirloin. Di menu sih dibilangnya Australian Sirloin. Untuk daging, seperti biasa, saya sukanya well done. Sementara telornya, di menu sih gambarnya sunny-side up ya, yang itu tuh, dimasaknya cuma 1 sisi jadi kuningnya gak mateng banget, pas dibelek mbleber. Uh, enak. Tapi inget anak, dia doyan yang mateng, jadi urung ahehe. Ada french friesnya juga dan ini porsinya banyak banget menurut saya. Serta salad yang ada seladanya dan tomat cherry. Untuk menu ini, sausnya disediakan hanya saus tomat dan sambal biasa.

https://photos.app.goo.gl/DETgdRGtogzwPIPG2

Topping saladnya gak terlalu banyak menurut saya. Untuk sayurannya sendiri cukup fresh ya. Nebak-nebak sih, ini sayuran yang kalau di supermarket labelnya ada Berastagi-Berastaginya itu. Dagingnya beneran well done, tapi walaupun tipis dan cukup kering, masih oke juga kok buat dikunyah. Kalau ngarepin juicy, ya jelas susah juga ya kalau modelnya tipis. French friesnya garing banget, ada potongan sayuran kering nempel di atasnya. Bocah doyan banget ternyata yang kering-kering. Dagingnya juga dia mau. Telornya yang awalnya buat dia malah gak disentuh karena terdistraksi kentang. Heleh.

Gourmet Beef Burger (99k)

 

Kalau Gourmet Beef Burger, tentu saja isinya burger, dengan pendamping french fries dan onion ring. Untuk onion ringnya, menurut saya crispy banget. Untuk french friesnya juga bisa dibilang banyak banget dengan tampilan dan rasa yang sama seperti di Steak & Eggs saya. Nah, urusan burgernya nih. Daging burgernya itu tebel pake banget tapi empuk sih. Gampang dikunyahnya. Untuk Gourmet Beef Burger, bojo yang biasa makannya banyak aja sampai nyerah sih, ngasih-ngasih dagingnya ke saya.

https://photos.app.goo.gl/msGgOOIoKuZal5yk2

Iced Lemon Tea (35k)

https://photos.app.goo.gl/IOYJfN9V3hAvgqpI2

Lemon teanya sendiri menurut saya gak terlalu asem-asem banget ya. Soalnya anak juga mau-mau aja gitu. Biasanya kalau asem banget dia bakal nolak. Seger deh dan beneran ada potongan lemonnya juga.

 

Overall, Common Ground ini puas dan ngenyangin. Enak banget sebenernya buat makan sambilsantai-santai. Range harga makanannya sekitar 30k sampai 150k. Untuk minumannya mulai dari 35k. Makan bisa lama banget nih di sini, secara porsinya juga gede. Nah, buat ngabisin porsi yang gede dan enak itu rasanya pengennya menikmati dengan santai dan pas banget deh suasana Common Ground Palembang ini.

https://photos.app.goo.gl/BD8xTCE4LJvveJXx1

 

Social Market (SoMa) GF Blok A1,
Jl. Veteran No. 999,
Palembang, Sumatera Selatan. Indonesia
Instagram : @commongroundplg

Nol Kilometer Palembang, Di Mana Ya ?

Sekitar tahun 2013 lalu, salah seorang teman di kampus (Arif Setiawan) bikin Writing Project : #NolKilometer. Intinya sih dia ngajak teman-teman lainnya untuk nulis tentang nol kilometer dari tiap kota.

Waktu itu saya niat banget ikutan project ini. Kebetulan saya domisili di Palembang. Sudah banyak yang bilang kalau titik nol kilometer itu ada di Masjid Agung Palembang. Tapi saya cari-cari penanda nol kilometer yang biasa bentuknya tiang agak seperti trapesium, dengan kode kota dan angka 0.

Contoh penanda Nol Kilometer pada umumnya – sumber : vamosarema.com

Tahun 2013 lalu adalah masa-masa saya doyan banget keliling Palembang pakai sepeda di hari Minggu. Kebetulan saya tinggal di daerah Kalidoni, saya ikutin lah tiang-tiang penanda kilometer mulai dari daerah Pusri. Yang saya temui ada tulisan 0 nya adalah Tiang 0 Pusri. Agak aneh sebenarnya, karena jarak tiang itu dari lingkungan komplek PT Pusri Palembang sekitar 1 kilometer.

Dengan sepeda, saya menyusuri sepanjang jalan mulai dari Jalan Mayor Zen, Jalan RE Martadinata, Jalan Letkol Nuramin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Veteran, sampai Jalan Jenderal Sudirman Palembang. Tiang-tiang yang menunjukkan kilometer Palembang ada di sisi kiri jalan mulai dari PLM 7 sampai PLM 1. Tapi PLM 0 nya kok ga ada? Sebel deh. Saya sampai nanya beberapa akun twitter Palembang pada saat itu. Semua bilang nol kilometernya ada di Masjid Agung Palembang, tapi begitu saya nanya tiangnya di mana, ga ada yang tau. Ah, batal deh ikutan project ini.

Sampai akhirnya, baru di tahun 2017 saya secara ga sengaja menemukan penanda nol kilometer Palembang. Ceritanya saya ikutan acara Jelajah Palembang bersama Bluebird Palembang. Kita datang ke ikon wisata yang wajib dikunjungi di Palembang, mulai dari Benteng Kuto Besak, Jembatan Ampera, Monpera, dan Masjid Agung Palembang. Dari Monpera ke Masjid Agung, kebetulan tim saya jalan kaki, lha wong tinggal nyebrang. Di perjalanan, ada kotak penanda warna hijau yang ada tulisan angka-angkanya. Penasaran, dan ternyata itu dia, penanda nol kilometer kota Palembang yang beneran ada di Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.

https://photos.app.goo.gl/BdDYPxY1JG0sc4JD3

Nol kilometer atau ada juga yang menyebut Kilometer Nol (Km 0) adalah penentuan untuk mengukur jarak (secara tradisional) lokasi tersebut dengan lokasi lainnya. Untuk Nol Kilometer Palembang tertulis “Awal Jalan Jenderal Sudirman KM : 0 + 000 dan Awal Jalan Riacudu”. Jalan Jenderal Sudirman adalah jalan utama yang berada di sisi ilir (hilir) kota Palembang dan Jalan Riacudu (Jalan Mayjen HM Ryacudu) adalah jalan utama yang berada di sisi ulu (hulu) kota Palembang. Kedua jalan ini dihubungkan oleh Jembatan Ampera (rasanya tak ada nama jalan di jembatan ampera ini).

Masjid Agung Palembang

Masjid Agung Palembang adalah masjid besar yang ada di Kota Palembang dengan yang didominasi dengan warna putih. Arsitektur masjid ini adalah percampuran. Ada unsur arsitektur Eropa yang melalui pintu utama masjid yang besar sementara unsur China melalui atap yang bentuknya seperti atap kelenteng. Menara masjid yang berbentuk kerucut, mewakili arsitektur budaya Indonesia.

https://photos.app.goo.gl/ryzhqYqIemsTA1nM2

https://photos.app.goo.gl/G9DogZc9Y8Koem273

https://photos.app.goo.gl/ElFGjOrwvGDcADIy1

https://photos.app.goo.gl/pjG5FFvYDVrJRnGw2

 

 

Memiliki halaman yang luas, tak jarang terlihat anak kecil yang bermain bola di sekitar masjid ini. Di area luar terdapat kran untuk area berwudu. Tempatnya cukup terbuka. Jujur, saya sendiri tak terlalu sering mampir untuk masuk ke masjid ini. Sekali waktu saya pernah menghadiri akad nikah teman SMA yang dilaksanakan di masjid ini. Terdapat bangunan yang terpisah-pisah antara bangunan utama (tempat akad nikah) dan bangunan tempat teman saya bersembunyi sebelum acara akad nikah. Ibadah (seperti sholat wajib) yang dilaksanakan di Masjid Agung Palembang bisa juga disaksikan melalui Sriwijaya TV.

https://photos.app.goo.gl/qVnZ81FCILv5mjkx1

https://photos.app.goo.gl/yGEsbxhqcFdpp25w1

Bisa dibilang, di sekitar Nol Kilometer Palembang ini banyak ikon wisata dan kuliner khas Palembang yang berada tak jauh dari daerah ini. Kalau mau berkeliling sambil jalan kaki, ada Jembatan Ampera yang sudah dikenal sebagai ikon kota Palembang, Benteng Kuto Besak yang bersejah, Tugu Iwak Belido, Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) di mana kita bisa naik dan berfoto melihat Palembang dari atas monumen, dan Museum Sultan Mahmud Badaruddin. Untuk kuliner, selain pempek yang banyak dijual mulai dari mamang-mamang (atau bapak-bapak) di sepeda, ada juga Martabak Har (martabak telor dengan kuah kari), atau aneka pindang di perahu yang berlabuh di atas Sungai Musi di dekat Pasar 16 Ilir. Kalau cuma sehari atau beberapa jam doang sempat mampir di Palembang, keliling di sekitar daerah Nol Kilometer saja bisa mewakili. Kalau mau main agak jauh sedikit pun sebenarnya bisa dikejar untuk menyusuri Jalan Merdeka yang selurusan dengan Masjid Agung, kita akan menemui Kantor Walikota yang bangunannya juga bersejarah serta mampir di daerah Sekanak yang sekarang semakin berwarna atau bisa juga menyusuri Jalan Riacudu di daerah ulu untuk mampir di Komplek Olahraga Jakabaring. Bisa juga menyusuri Sungai Musi, mampir ke Pulau Kemaro, Pasar Baba Boen Tjit, atau Kampung Al Munawar.

Itulah sedikit cerita Nol Kilometer di tempat tinggal saya sekarang. Apa cerita nol kilometer di kotamu ?

Menilik Destinasi Wisata Baru di Palembang Melalui Pasar Baba Boen Tjiet

https://photos.app.goo.gl/wVfySs7Ob7xJqodC2

 

Sebagai kota tertua di Indonesia, Palembang tentu memiliki banyak sejarah. Kekayaan sejarah ini yang menjadikan Palembang cocok untuk dijadikan salah satu destinasi bagi pecinta sejarah. Selain itu, Palembang juga unggul dalam kekayaan budaya. Maka dari itu, wisata yang selalu ditonjolkan kota Palembang tak lain adalah wisata heritage, seperti Pulau Kemaro, Kampung Kapitan, dan Kampung Al-Munawar. Jika saya ingat-ingat, ketiganya memiliki lokasi yang serupa, di tepian Sungai Musi yang membelah kota Palembang. Bukan tidak mungkin, masih ada wisata heritage lain yang ada di tepian Sungai Musi. Asumsi itu dibenarkan dengan diselenggarakannya acara Pasar Baba Boentjit di kawasan 3-4 Ulu Palembang.

Acara Pasar Baba Boentjit diinisiasi oleh Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Sumsel dengan tujuan mempopulerkan Rumah Baba Boentjit beserta budaya yang ada di sekitarnya. Mengangkat tema “Di Tepian Musi Kita Bersama”, acara ini menjadi ajang untuk masyarakat Palembang untuk bersama-sama mengenal dan merasakan warisan budaya yang ada di tepian Sungai Musi.


Pasar Baba Boentjit, Di Tepian Musi Kita Bersama

Gelaran acara ini berlokasi di Rumah milik Baba Ong Boen Tjit tepatnya di Lorong Saudagar Yucing No. 55 RT 050 RW 002 Kelurahan 3-4 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1. Rumah Baba Boentjit memiliki halaman yang luas dan tepat berada di tepi Sungai Musi. Oleh karena itu, walaupun untuk menuju ke lokasi dapat melalui jalur darat, namun lebih disarankan melalui jalur sungai dengan menggunakan perahu kecil / perahu ketek. Saya sendiri memilih memarkirkan kendaraan di sekitar Benteng Kuto Besak (BKB) lalu menggunakan perahu ketek dari Dermaga BKB yang berada tak jauh dari ikon baru kota Palembang, Tugu Belido. Biaya untuk naik perahu ketek berkisar antara 5.000 – 10.000 rupiah, tergantung dari jenis perahu dan jumlah penumpang. Kalau yang ingin menumpang tak banyak dan butuh cepat, bukan tidak mungkin harga lebih mahal.

https://photos.app.goo.gl/IE5T7UEO95nO0vh82

Menyusuri Sungai Musi dengan perahu ketek dapat menjadi satu aktivitas menarik. Kita dapat melihat kokohnya Jembatan Ampera yang diresmikan sejak tahun 1965 yang juga menjadi ikon kota Palembang. Semakin mendekat ke arah 3 Ulu, kita dapat menyaksikan pembangunan lain di kota Palembang yaitu proyek Jembatan Musi VI yang tentu telah dinantikan untuk segera selesai. Hanya butuh waktu 5 – 10 menit dari Dermaga BKB untuk sampai ke Rumah Baba Boentjit.

https://photos.app.goo.gl/lqzvlJcXP5bk3et43

Halaman luas yang berada tepat di depan Rumah Baba Boentjit dijadikan sebagai area pasar. Layaknya pasar, terdapat aneka pilihan kuliner yang dijual untuk memanjakan mulut dan perut para pengunjung. Tak perlu khawatir, area makan pun disediakan lengkap dengan banyak tempat duduk dan meja-meja. Kuliner apa yang ditawarkan? Tentu saja kuliner khas Palembang mulai dari pempek, rujak mie, tekwan, laksan, burgo, dadar jiwo, model, kue maksuba, pempek tunu, sarikaya, gandus, otak-otak, es kacang, pindang, dan kemplang. Pempek dan Kemplang Tunu menjadi salah satu sajian yang diunggulkan di lokasi ini karena masyarakat di area Rumah Baba Boentjit ini memang melakukan aktivitas membuat panganan tersebut sehari-hari.

https://photos.app.goo.gl/sEsEqIaZ2oWaOXj13

https://photos.app.goo.gl/04bkT4C7KMe0yWkP2

Melihat Tradisi Pengrajin Daun Nipah

Kenyang menikmati sajian justru membuat saya ingin bergerak lebih dan menemukan beberapa pengrajin nipah di pojokan Pasar Baba Boentjit ini. Memiliki nama ilmiah Nypa fruticans Wurmb, nipah adalah tumbuhan yang bisa tumbuh di dekat aliran sungai yang berair agak tawar atau rawa-rawa. Tak heran, tumbuhan nipah banyak tumbuh di area pesisir Sungai Musi. Tumbuhan nipah dapat dimanfaatkan baik buah, daun, tangkai daun, dan pelepah nipah.

https://photos.app.goo.gl/7pdLYEImHyk5QhNe2

https://photos.app.goo.gl/3am7PLtM2PaYlKoU2

https://photos.app.goo.gl/jNdPh4xa4FKMffzI2

Untuk masyarakat Kelurahan 3-4 Ulu, daun nipahlah yang diolah untuk menghasilkan kerajinan dan rokok pucuk. Kerajianan yang dapat dibuat dari daun nipah antara lain tikar, tas, topi, keranjang anyam, bahkan atap atau rumah. Umumnya, para pengrajin akan menganyam daun nipah yang memiliki bentuk mirip janur kelapa tersebut untuk menghasilkan kerajinan. Pantas saja di area gerbang pasar tadi banyak daun nipah yang bertumpuk dan keranjang anyaman warna warni. Kerajinan dari daun nipah cukup tergantung dengan cuaca karena butuh waktu untuk mengeringkan daun nipah untuk selanjutnya diproses menjadi anyaman.

Sejak puluhan tahun silam, sudah lama masyarakat Kelurahan 3-4 Ulu memiliki pekerjaan sebagai pengrajin nipah. Hal ini menjadi sebuah tradisi yang berlangsung turun temurun dan semoga tetap terjaga.

https://photos.app.goo.gl/phcSnj58lJ0mUs3k1

 

Bertamu ke Rumah Baba Ong Boen Tjiet

Baba adalah sebutan untuk laki-laki dewasa Tionghoa – Peranakan. Juga memiliki makna ayah dalam bahasa Mandarin. Baba Ong Boen Tjiet adalah seorang pengusaha keturunan peranakan yang terkenal di Palembang tempo dulu. Tak heran jika rumah Baba Ong Boen Tjiet memiliki halaman yang sangat luas.

https://photos.app.goo.gl/NsEnw4HD3OFb5bVn2

https://photos.app.goo.gl/uVEI85rGew0XMzZv2

https://photos.app.goo.gl/D8XQhdYVmptgKF9V2

Rumah milik Baba Ong Boen Tjit ini diperkirakan telah berusia lebih dari 300 tahun dan kini ditempati oleh keturunan kedelapan dari Baba Ong Boen Tjiet. Memiliki atap berbentuk limas dan berbahan utama kayu, rumah Baba Ong mirip dengan rumah khas Palembang. Perbedaan yang mencolok tentu berada di ornamen yang ada. Ukiran-ukiran dengan tulisan Tiongkok terpasang di beberapa pintu dam sisi rumah. Tak hanya itu, interior di dalam rumah pun sarat akan kekhasan budaya Tiongkok seperti adanya lampion, guci-guci dan area untuk memanjatkan doa.

Para pengunjung dapat beristirahat dan berkumpul bersama di ruangan bagian depan rumah ini yang cukup luas. Jika ingin berfoto pun, pengunjung dapat berfoto baik di dalam maupun di luar rumah untuk mendapatkan hasil foto yang instagrammable. Di bagian belakang rumah terdapat beberapa kamar yang digunakan oleh keturunan Baba Ong Boen Tjiet.

https://photos.app.goo.gl/TkQArrJ12VM1Lups1

https://photos.app.goo.gl/opq0QbrcRf0pTSw93

Di sebelah Rumah Baba Ong Boen Tjiet, juga terdapat bangunan rumah yang lebih kecil yang pada acara ini digunakan sebagai galeri hasil karya fotografi. Foto-foto didominasi oleh foto yang memiliki nilai terkait dengan keturunan Tionghoa seperti aktivitas berdoa, pagoda, perayaan Imlek, dan lainnya.

https://photos.app.goo.gl/fORWWiGsEYj1bgqt2

Untuk berkunjung ke Rumah Baba Boen Tjiet menurut saya waktu yang tepat adalah sore hari karena tidak terlalu panas. Setelah puas berkeliling di Rumah Baba Boen Tjiet, kita dapat kembali lagi ke Dermaga BKB dan menikmati matahari yang mulai terbenam saat menaiki perahu ketek di Sungai Musi.


Acara Pasar Baba Boen Tjiet kali ini berlangsung hanya 1 hari, tepatnya pada hari Minggu, 26 November 2017. Mengintip apa yang dituliskan di akun instagram Pasar Baba Boentjit, beragam aktivitas lain juga dilaksanakan seperti games, demo masak, drama, serta ada pula pertunjukan musik akustik dan tari kreasi.

Sebagai destinasi wisata baru di Palembang, bukan tidak mungkin jika Pasar Baba Boen Tjiet akan rutin diadakan setiap tahunnya. Sebagai pengunjung, saya ingin memberi beberapa masukan seperti adanya informasi lebih terkait hal-hal yang ditonjolkan misalnya ada booklet atau informasi yang bisa dibaca pengunjung di tempat misalnya tentang siapa Baba Ong Boen Tjiet atau tentang tanaman nipah dan tradisi kerajinan nipah. Selain itu, mengingat cuaca Palembang yang cukup terik, dalam pandangan saya, mungkin ada baiknya jika spot pengrajin nipah diberi payung besar agar pengrajin lebih nyaman untuk bekerja (tidak terlalu terkena terik matahari).

https://photos.app.goo.gl/WfTomWXl9Ur0hKDo1

Rumah Baba Ong Boen Tjiet dan Kerajinan Nipah di Kawasan 3-4 Ulu tidak hanya dapat dijadikan wisata karena memiliki nilai sebagai heritage Palembang. Tetapi juga membawa pesan untuk menghargai dan mempelajari keanekaragaman budaya yang ada di Palembang. Selain itu, pelajaran juga bisa berasal dari arsitektur dan interior rumah Baba Ong Boen Tjiet dan cara membuat daun nipah menjadi lebih bernilai menjadi sebuah kerajinan. Terima kasih kepada tim GenPI Sumsel yang telah menghadirkan Pasar Baba Boen Tjiet, semoga semakin banyak destinasi wisata di Palembang dan sekitarnya.

 

Lomba Blog Reportase Pasar Baba Boen Tjiet – source : Twitter @AboutPalembang

nb : Tulisan ini didaftarkan untuk Lomba Blog (Reportase) Pasar Baba Boentjit.

Lacasa Pizza Palembang

Gleeeep……

*ceritanya ini backsound mati lampu*

Ya, jadi beberapa waktu yang lalu, selepas Magrib, rumah kami kena giliran pemadaman listrik. Haduh, niatnya mau istirahat sepulang kantor, malah kepanasan.

Makanya beli dan pakai genset bu………..

Berhubung anak tipikal yang gerah-an dan kurang suka gelap-gelapan, maka diputuskanlah, bawa anak jalan-jalan tapi yang deket-deket aja, sambil memantau aplikasi cctv kalau-kalau listrik sudah nyala lagi. Pas jalan, ngelewatin tempat pizza yang belum pernah dicoba, yaitu Lacasa Pizza, dan mampirlah kita.

 

Lacasa Pizza, berada di salah satu ruko di Jalan Mayor Ruslan. Gampangnya, ada di seberang restoran Ever Fresh.

https://photos.app.goo.gl/DPbUIESax78FaQKp1

Di interiornya, terdapat mural layaknya Menara Pisa Italia yang dikelilingi nama-nama menu seperti Meat Lover, American Classic, Tuna Melt, dll. Oh ya, ternyata di Lacasa Pizza ini, basic pizza tidak hanya yang asin saja sebagai menu, tapi ternyata pizza manis seperti Banana Pizza juga ada. Ada juga pizza calzone yang berbentuk seperti pastel raksasa dan snack lain seperti pasta.

https://photos.app.goo.gl/X2sy4tBowAmQE6f33

https://photos.app.goo.gl/91d4CjYzKDtqCeUl2

 

Kami memesan Basic Pizza yaitu Blackpapper Beef dengan Extra Mozarella dan snack French Fries. Sementara minum, Virgin Mojito dan Apple Tea menjadi pilihan kami.

Untuk pizzanya sendiri, yang small cukup untuk berdua. Roti pizzanya lembut dan daging serta mozarella yang diberikan cukup banyak. Kalau French Fries, rasanya sih, ga terlalu beda ya.

https://photos.app.goo.gl/cv1KbxrIJcBKmpo32

https://photos.app.goo.gl/TF2dNzTRNU6EVc9T2

Overall, untuk Lacasa Pizza ini bisa jadi tempat nongkrong makan pizza yang asyik. Oh ya, Lacasa Pizza juga sekarang dapat dipesan melalui aplikasi Go-Jek di fitur Go-Food loh. Untuk harganya sendiri, masih cukup terjangkau. Kalau makan berdua dengan menu pizza, french fries dan minuman yang agak fancy masih dibawah 150.000.

https://photos.app.goo.gl/T2ET8vekq4bR0MYn2

Kelar makan, kenyang, cek aplikasi CCTV di rumah ternyata sudah nyala, artinya listrik sudah nyala. Saatnya pulang ke rumah 🙂

 

Kalau mau tau info dari Lacasa Pizza, bisa cek Instagram Lacasa Pizza

Untuk alamat Lacasa Pizza, ada di maps berikut

 

Mencicipi Kuliner Kekinian di OTW Food Street Palembang

Dulu, awal datang di kota Palembang di tahun 2011, saya sempat ngerasa kalau kuliner di Palembang cuma gitu-gitu aja. Bolak-balik pempek dan aneka ragam jenis olahan ikan campur tepung lainnya, pindang, mie celor, dan martabak kuah kari. Kuliner kaki lima lainnya pun standar macam pecel lele dan seafood, sate kambing atau ayam, nasi goreng, martabak malabar, bakso, ya gitu-gitu lah. Sebagai mantan anak kuliahan Bandung yang doyan jajan dan kuliner di Bandung aneka ragam melimpah ruah, wajar rasanya kalau selalu dilanda kebingungan saat mau jajan di Palembang.

Itu…..dulu………

Kira-kira tahun 2014, mulai banyak tempat-tempat makan baru di Palembang yang menawarkan makanan yang makin variatif, atau kalaupun makanannya bahan dasarnya umum, yang jadi nilai jual adalah konsep tempat makannya yang unik. Makin ke sini, brand-brand ternama semacam Sushitei, Pancious, atau Pepperlunch, juga mulai masuk di Palembang.

Sayangnya, ga semua bertahan lama. Holycow Steak sempat buka di Social Marketplace (SOMA) dan rasanya cuma bertahan 1 tahun, CrazyCrab sempat buka di Palembang Icon juga ga bertahan lama, dan banyak lagi. Ada yang masih bertahan namun jumlah outlet makin sedikit.

namanya juga bisnis……

Itulah sebabnya, kalau ada kuliner baru di Palembang, kadang suka ngebujukin Bojo buat jajan dan icip-icip (yaaaa, ini adalah contoh istri yang tidak hemat :D). Alasannya? Takut keburu tutup dan ga sempet nyobain…hehehe…dan tempat makan yang kita coba baru-baru ini di Palembang adalah…..

OTW Food Street Palembang

OTW Food Street ini berlokasi di simpang Jalan Sumpah Pemuda dan Jalan Angkatan 45. Tempatnya cukup mencolok di pojokan dengan tulisan yang cukup besar OTW Food Street.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Area parkir OTW Food Street ga terlalu luas dan pada sore hari di hari libur sudah penuh, jadi ya, kami parkir di pinggir jalan gitu. Begitu masuk…..mayoritas pengunjung adalah anak muda kira-kira SMA sampai kuliahan gitu. Tapi meja di sebelah kami duduk adalah sepasang Bapak-Ibu mungkin usia 40-50an tahun sih.

OTW Food Street ternyata restoran yang sudah punya cabang di banyak kota seperti Jakarta, Depok, Malang, dan banyak lagi yang menawarkan konsep makanan “kekinian”. Makanan “kekinian” itu yang kayak gimana sih? Intinya yang lagi ngehits di Social Media, atau pakai bahan-bahan yang aneh, contoh : Black Burger dan Mie Hitam.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

OTW merupakan singkatan On The Way  dan Food Street artinya jalanan penuh makanan. Jadi kalau diibaratin OTW Food Street ini bakal penuh dengan variasi makanan, mulai dari light meal seperti gorengan (french fries, pisang goreng, dll), sandwich bakar, pisang panggang, roti bakar, nasi & mie goreng, ricebowl, bakso & mie ayam, burger, hotdog, ramen, long john bread, serta minuman mulai dari ice tea & coffe, variasi soda, variasi blended, bahkan ada dessert juga dari es durian, es cendol, jelly, bahkan variasi ketan.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Saking banyaknya pilihan dan banyak yang dimau, kita jadi pusing sendiri. Wajar rasanya banyak anak muda rame-rame makan di sini. Biasanya kan jadi mesennya banyak macam trus bisa saling icip (mungkin itu anak muda kere macam aku jaman dulu hahahaha :D).

Awalnya sempet ngiler ngeliat ibu di meja sebelah yang pesanannya ada tulang besar (yang biasa isi sum-sum gitu), tapi pengen ramen warna hitam juga. Akhirnya pesan Ricebowl Cumi Telor Asin, Black Beef Ramen, Mie Ayam Jamur Bakso, Special Blended Bubble Gum & Marshmallow, dan Es Cendol Duren.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

OTW Food Street ini bisa diibaratin seperti food court ya, jadi ada station sendiri untuk pesan makanan dan station lain untuk pesan minuman. Kalau ngerasa pesanannya banyak, catat dulu deh di HP sebelum kelupaan karena ga dikasih kertas juga buat nulis.

Waktu tunggu dari saat memesan ke pesanan datang ga terlalu lama. Minuman keluar duluan baru makanan belakangan.

Special Blended Bubble Gum & Marshmallow

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Rasa bubble gumnya kerasa sih, dan marshmallownya juga lumayan banyak. Anak kecil doyan ini ngambil marshmallownya. Kalau mesen minuman cuma ini bakal seret pas makan.

Es Cendol Duren

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Durennya terasa, cendolnya juga lumayan banyak. Segar dan manis.

Ricebowl Cumi Telor Asin

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Cuminya dikit, telor asinnya juga kurang berasa.

Black Beef Ramen

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Kuahnya segar sih, sempat khawatir sama mie yang warnanya hitam. Ternyata enak-enak aja.

Mie Ayam Jamur Baso

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Rasanya sih biasa aja. Lebih doyan mie ayam mamang-mamang hahaha.

 

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Desain interior OTW Food Street mengusung tema industrial dengan meja yang dibuat dari mesin jahit bekas. Lukisan di tembok pun menambah semarak suasana. Area ada outdoor dan indoor di lantai 1 dan ada juga area di lantai 2. Mungkin karena sasaran pengunjung adalah anak muda, ga ada high chair untuk bayi.

Setelah makan, kami sempat ditanya oleh pasangan Bapak-Ibu meja sebelah, “gimana rasanya?” dan kami jawab lumayan sih, lumayan ngenyangin walau rasanya ga terlalu nampol. Kalau menurut Bapak-Ibu tersebut rasanya biasa aja dan sum-sum di tulangnya tadi sedikit (untung ga jadi mesen hahaha). Mungkin lidah kami yang sudah menua ini kurang cocok sama menu kekinian….atau karena lidahku sendiri sudah terdoktrin oleh micin yang nampol banget dan kurang berasa di makanan di OTW Food Street ini.

Buat rame-ramean sama temen dan nyoba makanan kekinian, OTW Food Street ini boleh dicoba kok. Apalagi harganya juga ga terlalu bikin kantong kempes. Budget per orang bisa cukup sekitar 50.000-75.000 rupiah. Tapi kalau porsi makan besar, kayaknya perlu mesan lebih dari 1 menu makanan, karena 1 kurang ngenyangin hahaha.

Continue reading

Ngedowerin Bibir di Bebek Syahabi

Weekend adalah waktunya …… JAJAN……..

Kali ini nyobain makan bebek di Bebek Goreng Syahabi. Ngeliat tempat ini sih udah lama, cuma emang jarang menjelajah kuliner daerah Bukit Besar, Palembang. Karena kebetulan hari Minggu kemarin ada acara di sekitar PS Mall dan males makan di mall situ karena ngerasa ga ada yang cocok, jadi nyari yang lain dan si Bojo usul nyoba tempat bebek ini.

 

1//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Sekilas ngeliat, kok sepi ya? Wah, deg-deg-an kalo sepi 😀 Jadi di awal ga masang ekspektasi tinggi.
Begitu masuk, ternyata ada keluarga lain yang lagi makan. Tempatnya banyakan lesehan, walau ada yang kursi-kursi juga. Interiornya kebanyakan dari bambu dan menyerupai saung-saung gitu.

Dan, mba-mba datang menawarkan menu seperti ini …..

1//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

1//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Kami pesan es jeruk, nasi putih, Bebek Sambal Syahabi, Ayam Cabe Ijo, dan Tempe Goreng Syahabi. Bedanya tempe goreng syahabi dengan tempe doang adalah, potongannya yang ada 4 dan ada kremesnya.

1//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

1//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Minuman datang duluan dan es jeruknya emang seger sih. Pas banget untuk ngademin kepala dari panasnya suhu Palembang kalau siang-siang. Begitu makanan datang, bebek dan ayamnya udah dikasih sambel tuh, dan ternyata ada sambel ijo dan sambel bawang tambahan yang datang juga. Cocok buat yang doyan pedes, bisa makan sambel puas-puas.

1//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Rasa bebeknya sendiri enak, bumbunya ngeresep gitu. Ayamnya juga. Kalau sambelnya sih, sesuai sama yang dibilang katanya sambal dower, jadi emang bisa bikin bibir dower (dikit dan bentar). Tempenya enak, apalagi kremesannya.

1//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Untuk suasananya sendiri cukup nyaman ya lesehan, dengan angin dari kipas angin di atas. Wastafel ada deket sama saung-saung, makanya mungkin jadi ga dikasih kobokan. Harganya yang sekitar 20-30 ribuan untuk lauk cukup lumayan ya. Makan berdua gak sampe 100 ribu. Area ini kan deket sama area kampus Unsri, jadi bisa lah buat makan siang nunggu jam kuliah. Tapi bisa juga buat makan bareng keluarga. Minusnya, area parkir kecil sih, kalau ga ramai kayak kemarin masih bisa parkir. Ternyata dari ekspektasi yang ga tinggi, kami cukup puas 😀

Lokasi Bebek Syahabi ada di Jalan Jaksa Agung R Soeprapto (Bukit Besar). Ada plang nama yang cukup besar.

Kopi Kong Djie Palembang

Kembali Ke Masa Lalu di Kopi Kong Djie Palembang

Belitung terkenal dengan sebutan daerah 1001 Warung Kopi. Memang benar adanya, waktu main ke Pulau Belitung, banyak sekali warung-warung kopi di pinggir jalan. Namun, yang paling banyak terlihat (dan paling diingat) adalah Warung Kopi Kong Djie, karena dari tampilannya saja sudah mencolok, yaitu ada teko-teko raksasa yang dipajang.
Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Di kota asalnya sendiri, yaitu Tanjung Pandan Belitung, Warung Kopi Kong Djie (Kong Djie Coffee) menjadi favorit. Kopi Kong Djie sudah ada sejak tahun 1943 didirikan oleh Ho Kong Djie dan di Tanjung Pandannya sendiri yang paling asli ada di daerah Simpang Siburik.

Kini, Kopi Kong Djie sudah memiliki beberapa cabang baik di Belitungnya sendiri, maupun di kota lain seperti Jakarta, Tangerang, Bandung, dan Palembang. Ibaratnya nih, Kopi Kong Djie bisa dibilang Starbucksnya Belitung. Sistem yang ditawarkan untuk cabang lain adalah franchise. Bahan bakunya dari Kong Djie Belitung, dan lokasi cabang itu ditempatkan orang yang telah dilatih untuk meracik kopi ciri khas Kong Djie.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Beberapa waktu lalu, aku sempat mencoba Kopi Kong Djie di Palembang. Sempat nyasar karena sok tau dan gak nge-google maps, akhirnya ketemu juga dengan Kopi Kong Djie yang berada di area Dempo Dalam. Awalnya ragu, karena daerahnya adalah daerah seperti rumah-rumah, rupanya memang tempat ngopi ini menempati rumah model lama sekaligus studi foto Josh Canon.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Dari luar area, sudah tampak konsep yang diusung adalah Vintage, dengan menggunakan meja yang tiangnya dari rangka Vespa bekas. Terdapat area dengan teko-teko raksasa khas Kopi Kong Djie untuk meracik kopi khas Belitung tersebut. Di sebelahnya, ada gerobak untuk memasak menu makanan.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Saat masuk ke dalam, suasana jaman dulu makin terasa dengan adanya pajangan barang-barang asli jaman dahulu, seperti sepeda ontel, kaleng kerupuk model lama, telepon umum, kamera analog model lama, televisi tabung, bahkan permainan seperti Nintendo. Dekorasi yang sedang nge-tren ini tentu saja menarik untuk foto-foto.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Ada dua ruangan di kafe ini, yaitu area smoking dan non smoking. Pengunjung bisa juga duduk di luar kafe. Untuk jam bukanya sendiri mulai dari pukul 07.00 sampai dengan 23.00 (di malam minggu) dan 21.00 (di hari biasa).

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

 

 

 

 

 

Menu Minuman yang ditawarkan adalah Kopi O (Kopi Hitam), Kopi Susu, Teh Susu, Coklat, Teh Manis, dan Teh Tawar. Kisaran harga untuk minuman mulai dari 4.000 – 15.000 rupiah. Sementara, makanan yang disajikan di Kopi Kong Djie Palembang ini kebanyakan cemilan, seperti telor 1/2 matang, pisang coklat keju, dan roti bakar dengan rasa coklat, keju, dan srikaya. Namun, mengingat jam operasional mulai pukul 07.00, menu Nasi Uduk dan Bubur Ayam Bandung pun ditawarkan. Selain itu, tentu saja sajian khas Palembang ditawakan seperti Model Gendum, Tekwan, Lenggang Goreng, Mie Tahu, dan Mie Celor.  Untuk menu masakan khas Belitung bagaimana? Sayangnya belum ada 😦 Sedih, padahal pengen makan Mie Atep dan Gangan khas Belitung.

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Untitled//embedr.flickr.com/assets/client-code.js

Rasa dari kopi khas Belitung yang (menurutku) memang agak ‘berat’ dan sedikit pahit, tetap terasa di Kopi O maupun Kopi Susu. Susu kental manis di Kopi Susu nya tidak terlalu banyak, sehingga rasa pahit kopi masih terasa. Secara rasa, memang tidak terlalu berbeda dengan rasa kopi Kong Djie dari Belitung yang sempat diicipi di bulan April lalu. Aku sendiri prefer untuk sajian kopi dengan es karena lebih menyegarkan. Makanannya sendiri, cukup enak untuk mengganjal perut. Oh, ya, selain memesan pisang goreng coklat keju, aku juga mencicip martabak mini yang ada di dekat kasir. Cuka yang disajikan, enak.

Walaupun tempat ini gak punya highchair biar anak anteng duduk, tapi bisa teralihkan dengan ngajak anak keliling dan mengenalkan ke barang masa lalu yang pernah dicoba. Kopi Kong Djie Palembang, bisa menjadi tempat pilihan nongkrong untuk sekedar nge-ganjel perut. Ada Wi-Fi nya juga, kalau mau sambil ngerjain sesuatu, bisa lah. Plusnya adalah harga yang ga bikin kantong jebol dan dekorasi yang asik untuk bernostalgia dan foto-foto.

Lokasi Kopi Kong Djie di Palembang ada di sini :

 

Silahkan juga cek video ini 🙂

 

 

Restoran Hotplate Favorit di Palembang

3 Restoran Hotplate Favorit di Palembang

Di awal tahun 2013, saya sempat dinas ke Jakarta dan mencicipi salah satu restoran di Mall Taman Anggrek yang menyajikan makanan menggunakan hotplate. Saat itu saya ‘ndeso’ banget kali ya, sama mbak-mbak pelayannya ditanya, sudah tau cara masaknya? Saya jawab dengan polos kalau belum, dan habis itu sama si mbaknya makanan kita diaduk-aduk langsung di atas meja. Ngaduknya pake sendok lah, kalo pake tangan namanya debus (plus jorok juga).

Penyajian makanan dengan hotplate sebenarnya sudah cukup lama ada. Salah satu makanan yang umum disajikan dengan hotplate adalah steak. Restoran steak harga kantong anak sekolahan seperti Waroeng Steak n Shake pun masih menawarkan sajian steak di atas piring panas. Namun, belakangan ini, banyak olahan menu nasi yang disajikan di atas hotplate.

Kenapa banyak yang memilih menyajikan dalam hotplate?

Makanan yang disajikan dalam hotplate biasanya memiliki kondisi yang panas-panas hangat, sehingga selera makan bisa bertambah. Mungkin sebenarnya makanannya biasa aja tapi karena penyajiannya di hotplate menjadi nilai tambah. Makanan yang disajikan di hotplatejuga bisa menimbulkan aroma yang berbeda.

Seiring berkembangnya kota Palembang, meningkatnya daya beli dan keinginan mencicip aneka ragam masakan (walau tentu pempek tetap terbaik), restoran

Nah, berikut ini 3 restoran hotplate favorit di Palembang :

1.        Pepper Lunch

Pepper Lunch masuk ke Palembang sekitar tahun 2014. Pepper Lunch sendiri aslinya adalah restoran steak fast food asal jepang dengan konsep DIY alias Do-It-Yourself. Jadi, ya kita sendiri yang mengatur rasa sesuai dengan kesukaan kita dengan tagline ‘Sizzling it your Way’. Pepper Lunch menawarkan aneka menu mulai dari Steak (Beef, Salmon, Chicken), Pasta, Curry Rice, dan juga Pepper Rice. Terdapat pula makanan lain seperti Miso Soup, French Fries, Salad, Salmon Skin, Ice Cream, dll. Untuk menu minuman ada Lemon Tea (yang bekerja sama dengan Nestle karena Nestea), Green Tea, Milo, dll.

Menunggu sajian Pepper Lunch juga tidak terlalu lama, sekitar 10-15 menit. Sekarang jarang ditanya tau cara masaknya atau ngga. Jadi si mbak-nya cuma bilang yang intinya dicampur / diaduk-aduk aja ya di piring besi (iron plate) nya. Tersedia saus khas Pepper Lunch yaitu rasa madu yang manis dan rasa bawang. Jika kurang pedas, ada pepper di atas meja.

Logo Halal di Promo Katsu

Pepper Lunch sendiri sudah mengantongi sertifikat halal MUI. Makan di Pepper Lunch cukup asik ya, karena sensasi masak sendiri. Kalau sedang pilih menu steak rasanya enak, karena memang steak lebih enak dinikmati selagi hangat dan lagi daging yang disajikan di Pepper Lunch sangat lembut. Rasanya kayak meleleh pas masuk ke mulut.

Untuk harga, sebenarnya Pepper Lunch cukup mahal, tapi sering juga ada promo, Promo dengan Bank Mandiri, Telkomsel, Groupon (sekarang MyFave), dan lain-lain. Budget yang perlu disiapkan kalau mau makan di Pepper Lunch kurang lebih Rp 100.000 – Rp 150.000 per orang.  Namun harga tersebut sangat sebanding mengingat rasa masakan dari Pepper Lunch memang enak.  Oh iya, porsi di Pepper Lunch ini cukup banyak. Kalau pesan nasi, seringnya ga abis dan berakhir ke piring suami.

Sampai saat ini Pepper Lunch masih menjadi andalan saya kalau ke Palembang Indah Mall dan merasa kelaparan. Walau tampaknya tidak seramai saat awal buka dahulu, saya berharap Pepper Lunch masih bertahan di Palembang.

Pepper Lunch – Palembang Indah Mall, Ground Flour – Telp. 0711 – 7623120

Pepper Lunch Express – Eat Street Palembang Icon, 3rd Flour – Telp. 0711 – 5649425

 

2.        Ow My Plate

Ow My Plate buka di pertengahan bulan Juli 2017 ini di Palembang Icon. Ow My Plate mengambil tempat yang dulunya adalah restoran ice cream BC’Cone. Owner Ow My Plate adalah salah satu selebritas Indonesia yaitu Magdalena.

Menu yang menjadi andalan di Ow My Plate adalah Volcano Rice, yaitu nasi goreng yang berbentuk seperti gunung dengan topping jagung, bakso, daun bawang dan bawang Bombay. Di tengah bentuk gunung, terdapat lobang yang akan disiram dengan saus telur asin. Volcano Rice sendiri porsinya bisa untuk 2 orang dengan level pedas 1 sampai 5. Untuk Volcano Rice, nanti akan dihidangkan di atas kompor yang dibawa oleh mas-mas atau mbak-mbaknya ke meja kita, lalu dia menuangkan saus telur, dan mengaduk sampai kering atau agak basah sesuai referensi pemesan.

Cek ignya @owmyplatepalembang

Selain menu Volcano Rice, terdapat menu hot plate lainnya seperti Fish n Chips, Nasi Dori Sambal Matah, Nasi Goreng Teri Cabe Ijo, Ow My Brownies, Mantau, dll. Untuk minuman ada Green Tea, Lemon Tea, Ice Tea, dll. Tagline Ow My Plate adalah “Greget On Budget”, yakni harga yang cukup terjangkau mulai dari 24 ribu untuk makanan dan 7 ribu untuk minuman. Untuk makan berdua modal Rp 100.000 – Rp 150.000 , rasanya sudah cukup mengenyangkan.

Ow My Plate Palembang – Palembang Icon 3rd Floor

 

3.        Inselcious

Inselcious adalah restoran baru yang menawarkan konsep hotplate dengan harga yang cukup aman di kantong. Buka di akhir Juli 2017, Inselcious menawarkan promo diskon 50% sampai dengan 2 Agustus 2017 lalu.

Menu yang ditawarkan Inselcious umumnya adalah nasi, namun ada pula pasta. Menu lain yang menarik adalah Buritto dan Swedish Meat Ball (itu loh makanan yang mulai terkenal sejak IKEA masuk di Indonesia). Selain menu asin, asam, dan pedas yang mengenyangkan, Inselcous menawarkan menu manis yaitu dessert, pannacota, dan fruity soup.

Cek IG Inselcious di @inselcious

Salted Egg Rice di Inselcious emang enak sih, berasa gitu si telornya. Awalnya sempet ngira porsinya kecil, ternyata kenyang juga. Penyajian di Inselcious lumayan agak menunggu sih ya, makanya lebih baik kalau mau pesan sudah dari awal, jangan nambah-nambah lagi, soalnya rame pengunjung. Males kan ngantri ulang gitu. Masalah budget, kalau mau makan berdua di Inselcious bisa bawa modal sekitar Rp 100.000 – Rp 150.000, udah ngenyangin dan puas banget. Suasana di Inselcious cukup adem dan nyaman.

Inselcious – Jalan Angkatan 66 Blok 6 K-L


Kenapa ketiga resto itu menjadi favorit ?

Selain alasan rasanya emang enak, harganya lumayan (ya kalau lagi banyak uang ke Pepper Lunch, kalau lagi hemat ke yang harga miring), alasan lainnya adalah adanya high chair untuk bayi. Ini penting ya sebagai pertimbangan ibu-ibu macam saya, demi saya kenyang dan bahagia, anak juga senang bisa makan sendiri. Oh ya, di semua restoran hotplate ini kita bisa menambahkan topping yang kita inginkan, seperti telor, sosis, keju, dll.

Restoran yang menawarkan hot plate di Palembang itu aja? Sebenarnya ngga juga sih, cuma memang yang konsepnya lebih banyak hotplate dan nasi ya 3 tempat tersebut. Kalau Hotplate dan Steak ada di Waroeng Steak, tapi sudah agak malas ke sana karena terakhir datang dapat pelayanan yang kurang oke. Menu yang disajikan dengan hotplate juga banyak sebenarnya. Nah, 3 restoran yang saya tulis di atas memang punya konsep hotplate dengan cita rasa yang lezat pula.

Yuk mari makan…..

#ODOP

#BLoggerMuslimahIndonesia

 

 

 

 

 

One Fine Day @ Palembang Ulu

Kota Palembang, secara garis besar dipisahkan oleh Sungai Musi yang membentang, dipisah menjadi dua area yaitu Ilir dan Ulu. Area ilir adalah area di mana saya tinggal. Ada lebih banyak mall, taman, hotel, di area ilir. Sementara itu, area ulu, sedang dikembangkan menjadi area pusat pemerintahan dan olah raga dengan adanya Jakabaring Sport City.

Long weekend minggu ini sebenarnya berencana ke luar kota, tepatnya Jambi. Tapi sehubungan dengan kekhawatiran Brojo akan adanya Call -Out (alias panggilan masuk kerja di hari Senin), jadi rencana dibatalkan dan berakhir dengan rencana piknik di Jakabaring.

———————————————————————————————————————————-

Rencana piknik awalnya di hari Sabtu sore sekalian ingin mencoba panahan di venue Panahan Jakabaring. Sekitar pukul 1 siang kami berangkat dari rumah saat mati listrik mulai melanda. Niatnya ke Prodia untuk tanya tentang program Papsmear gratis (ada program dengan BPJS) tenyata Prodia tutup lebih cepat. Akhirnya kami mencoba ke Jakabaring dan ternyata macet sekali, mungkin karena Sriwijaya FC tanding hari itu. Tak tahan dengan macetnya, kami balik arah di bundaran Masjid Agung dan mencoba mampir di Warung Wagamama daerah Demang Lebar Daun.

Sekilas Review tentang Wagamama

IMG_2872 (6)

Warung ini  tidak terlalu besar dan berada persis di sebelah Restoran Sri Melayu, sebrang KFC Demang. Menu yang ditawarkan adalah beragam variasi hot plate mirip dengan Pepper Lunch dengan harga yang lebih terjangkau. Saya sih penasaran dengan ayam goreng gulung keju khas Korea (katanya). Secara rasa cukup lumayan dan secara harga juga. Walau tidak ada kursi khusus bayi, Wagamama menyediakan stroller untuk bayi duduk. Pelayannya pun ramah.

Selesai makan, kami pulang ke rumah dan ternyata masih mati listrik sampai jam 6 sore. Akhirnya habis magrib kami keluar lagi dan mencoba melihat Jalan Sudirman Palembang yang katanya dibuat seperti Malioboro. Ga mampir sih, cuma sekilas lewat memang ramai dan ada jalan yang ditutup. Kapan-kapan deh dimampirin. Balik ke rumah jam 9 malam masih mati lampu dan baru nyala jam 12 malem. Tau bakal lama, dari siang udah minggat ke hotel deh.

———————————————————————————————————————————-

Hari Minggunya niatnya ke Jakabaring buat olahraga, tapi bangunnya siang semua. Si bayi tau aja ya liburan dia bangun siang. Mencoba ke Prodia lagi ternyata sistem BPJS sedang down jadi tidak bisa menerima pasien juga. Akhirnya cuci mobil dan berakhir dengan mencicipi Warung Upnormal lalu pulang ke rumah. Sorenya agak malas mau ke Jakabaring karena bangun tidur juga jam setengah 4.

Sekilas Review tentang Warung Upnormal

IMG_2892 (1)

Warung Upnormal menawarkan menu Indomie kekinian dengan beragam rasa baik rebus maupun goreng, Roti bakar, pisang bakar, dan beragam nasi dengan aneka topping. Saya penasaran dengan desert Alpukat Milo dan Alpukat Green Tea. Makan indomie pedas-pedas semua dan roti bakarnya banyak sekali kejunya. Secara tempat cukup asyik untuk nongkrong karena ada wifi nya juga. Menyediakan kursi bayi juga jadi anaknya bisa duduk sendiri. Pelayanan ramah, dan setelah pesan langsung bayar ya baru makan, bukan makan dulu baru bayar.

IMG_2893 (3)

———————————————————————————————————————————-

Akhirnya, hari Senin ini kami pergi ke Jakabaring juga, setelah Brojo dan bayi bangun jam 7, jadi jam 8 sudah bisa berangkat ke Jakabaring. Perjalanannya sih tidak terlalu macet, tapi tetap saja lebih dari 30 menit dari Kalidoni di Palembang Ilir.

Piknik di Jakabaring

IMG_2919

Sebenarnya Jakabaring Sport City (JSC) adalah area pusat olah raga dengan aneka venue dan wisma atlet (yang lebih banyak berita korupsinya). Area Jakabaring cukup luas dan asri dengan banyaknya rumput hijau bahkan ada area seperti kebun bunga. Mungkin karena banyak area hijau yang luas dan pemandangan yang ya lumayan lah, tempat ini jadi tempat wisata juga alias piknik dalam kota. Area yang sering dijadikan tempat piknik ada di sekitas Venue Shooting Range (menembak), Venue Water Sky (Ski Air), dan dekat Venue Aquatic ada seperti danau yang diisi bebek-bebekan. Kami sendiri memilih di Venue Water Sky.

IMG_2934

Niat pikniknya sih ga lama ya, cuma untuk merangsang anak agar mengenal alam (terutama rerumputan), jadi bekelnya juga cuma biskuit untuk anak, dan untuk orang tuanya ada Sate Taichan dan kentang goreng. Di area piknik ada yang menyewakan tikar dan berjualan, tapi kami punya tikar sendiri, jadi gelar tikar sendiri.

IMG20170424092541

Anaknya mau makan biskuit, mau megang pohon dengan tekstur agak kasar, mau megang rumput dan berdiri di rumput tanpa alas kaos kaki maupun sepatu. Ga lama, tapi cukup untuk pelajaran sensori kali ini.

 

Festival Akuatik Indonesia

IMG_2947

Keliling Jakabaring Sport City yang luas, banyak umbul-umbul adanya Festival Akuatik Indonesia 2017. Akhirnya mampirlah kami ke Venue Aquatic JSC. Festival Akuatik Indonesia 2017 adalah Kejuaraan Nasional (Kejurnas) dari  Pengurus Besar Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PB PRSI) dengan mempertandingkan lima cabang olah raga yaitu renang, master, renang indah, loncat indah dan polo air. Festival Akuatik Indonesia 2017 berlangsung pada 21 April – 1 Mei 2017 sebagai salah satu ajang Pra Test Event sebelum pelaksanaan Asian Games 2018. Selain adanya pertandingan, di area venue juga terdapat orang yang berjualan perlengkapan renang mulai dari kaca mata, tas, baju, celana, dll.

IMG20170424101843

Ada 2 kolam di venue ini. Satu kolam digunakan untuk pertandingan dan satu lagi digunakan atlet loncat indah berlatih. Kami menonton pertandingan 1.500 meter gaya bebas putri dan putra. Di area yang penuh musik dan sorak sorai penonton, bayi ternyata bisa tidur juga. Kalau dibilang ga kenal sih sama peserta yang tanding, tapi cukup seru loh menonton pertandingan dan para atlet berlatih.

 

City Ride Opi Mall

IMG_3008

Menjelang tengah hari, tentu kami merasa kelaparan. Akhirnya mampirlah ke Opi Mall yang ga jauh dari Jakabaring Sport City. Makan? ga juga sih, tapi jajan iya. Keliling di Opi Mall, ternyata di area lantai 3 ada Ice Rink (tapi katanya sih lilin bukan ice). Pandangan saya dan brojo tertuju ke wahana City Ride. Sewa mobil-mobilan di mall sudah biasa kan ya? Tapi di City Ride beda. Baru kali ini saya lihat ada penyewaan mobil yang dibangun dengan niat. Niat karena memang ada lintasan khusus bahkan miniatur bangunan yang ada di Palembang juga dibuat.

IMG_2988

Harga sewa mobil adalah Rp 20.000,- untuk 10 menit dengan variasi mobil dan motor. Untuk anak yang belum bisa mengendarai mobil-mobilan atau motor-motoran, ada pilihan kendaraan yang beremote control jadi orang tua bisa mengendalikannya. Kami pikir anaknya bakal nangis duduk sendirian. Ternyata dia senang juga bahkan dadah-dadah. Heleh. Tapi menurut kami berdua memang bagus sih tempat ini. Ada papan untuk belajar rambu lalu lintas juga. Pastinya kalau main ke daerah ulu, kami bakal mampir lagi ke mari.

 

Weekend ga ke bisa ke mana-mana? Boleh dicoba eksplorasi kota tempat kita tinggal. Mungkin aja ada sesuatu yang bisa membuat belajar atau paling tidak membuat hati senang.

Nyoto di Soto Kudus Bu Lemu dan Medang di Wedangan Pakde Toto

Ada apa ya?

Sekitar dua minggu lalu, salah seorang pensiunan dari perusahaan tempat saya bekerja (yang berkawan di facebook dengan saya), mempromosikan usaha kulinernya yaitu Wedangan Pakde Toto


Sebagai seorang berlidah Jawa yang suka jahe hangat tentu membaca adanya menu Wedang Ronde membuat saya sangat tertarik untuk mencoba. Akhirnya, Minggu malam lalu, disertai gerimis yang mengundang, pak suami bersedia merelakan ngidam Sate dan Soto Padangnya untuk mencicipi Wedangan Pakde Toto.

Tempatnya di mana?

Wedangan Pakde Toto terletak di Jalan Sukabangun II, tepatnya di Ruko sebelah Alfamart Sukabangun 2-2, Simpang Y Jalan Sukabangun II – Soak Simpur, tepatnya ada di sini. Selain Wedangan Pakde Toto, terdapat penanda di ruko yang sama dengan nama Soto Kudus Bu Lemu. Foto saya ambil dari Facebook Pak Suprawoto Toto selaku pemilik. Saya tidak sempat foto karena malam dan gerimis. Untuk mencapai tempat ini kalau dari rumah saya di area Kalidoni, paling enak via Sukatani I. Sayangnya kalau malam penerangan kurang sekali. Jadi rasanya perjuangan sekali makan ke tempat ini.


Bukanya jam berapa?

Maap tangan si bayik ganggu, ga ada foto menu siang lain 😅


Ternyata oh ternyata, ada alasan kenapa papan penanda Soto Kudus Bu Lemu dengan tambahan Wedangan Pakde Toto. Konsep yang diusung adalah menu makanan ‘agak berat’ yaitu Soto Kudus sebagai menu siang mulai pukul 11.00 s.d 20.00 dan menu minuman hangat dan makanan ‘ga ringan-ringan amat’ sebagai menu malam mulai pukul 19.00. Jadi kalau datang sekitar pukul 19.00 – 20.00 dapat menikmati menu siang dan menu malam sekaligus. 


Harganya gimana?


Saya dan suami memesan : Soto Campur, Wedang Ronde, Teh Manis Panas, Sate Ati Ampela, Nasi Kucing, dan Tempe Bacem. Dikali 2 ya setiap menu (kecuali tempe cuma 1). Total yang dibayar kurang lebih 34.000. Wedang Ronde sedang masa promosi, jadi gratis. Kalau tidak salah, masa promosi adalah 1 bulan. Oh ya, setiap Jumat, ada program Jumat Barokah, yaitu free makan soto untuk yang datang. Bagi yang merasa mampu, diusahakan membayar ya, bisa untuk modal Jumat Barokah selanjutnya. Konsep yang bagus karena menumbuhkan rasa sosial dan keinginan berbagi. Bagi yang sudah kerja tapi mau nyari geratisan ya monggo. Hehehe, tapi isin jeh.


Rasanya gimana?

Kalau soal rasa, tentu setiap orang beda-beda ya. 


Saya tipikal orang yang suka kuah ‘bening’ dan ‘kuning’. Jadi ketika mencicip soto kudus campur saya merasa puas. Sotonya hangat, bumbunya terasa, dan kuahnya gurih plus ada tambahan koya jadi wangi. Porsinya tidak telalu besar. Jujur, kurang banget buat saya yang dibilang muatan tronton ini. Seharusnya sih pesan 2-3 mangkok. Untuk harga 7.000 memang porsi sangat sesuai sih mangkoknua segitu. Pernah nyoba soto sejenis di Celentang (ruko sebrang Adinda Snack Corner, sebelah bengkel Pacific), mangkok ayam jago (yang biasa buat bakso itu) dihargai 10.000. Mangkok di sini lebih kecil. Persis mangkok soto semarang. 


Minggu sebelumnya saya bikin wedang ronde sendiri tapi gagal di bagian bulatan ronde isi kacang tanah halus. Saya buat ronde dengan jahe cukup banyak, memilih jahe merah lalu dibakar terlebih dahulu. Untuk penyuka jahe seperti saya, cita rasa wedang ronde di sini kurang nendang dan kurang hangat. Kalau kesesuaian dengan harga tapi masih wajar sih. Harga 6.000 adalah harga wedang ronde gerobakan yang cukup wajar. Jika membandingkan dengan Wedang Ronde Alkateri Bandung (yang dijual juga di Pujasera Veteran Palembang, entah masih ada atau tidak, lama ga mampir) akan sangat tidak adil. Karena secara harga sangat jauh berbeda. Tapi jika boleh saya saran, wedang rondenya kurang panas (cenderung sudah menuju dingin) jadi agak lebih dipanaskan saja saat disajikan. Kelengkapan wedang ronde yaitu irisan kolang kaling merah dan kacang tanah cukup membuat wedang semakin kaya rasa. 


Makanan pendamping di malam hari yaitu nasi kucing, sate ampela, tempe bacem. Sayang sate telur puyuhnya habis, padahal cocok banget disambi makan soto. Nasi kucingnya saya pikir akan banyak variasi seperti angkringan pada umumnya yang ada nasi teri, nasi tempe, nasi bandeng, dll. Tenyata nasi kucingnya hanya ada varian nasi kepal ditambah mie goreng dan irisan kacang panjang. Kalo di daerah saya (Purbalingga) ini lebih umum disebut nasi rames (selain mie dan sayur kacang panjang ada kremesan dikit dan irisan tempe). Sate ampelanya pas sih, ga terlalu manis. Tempe bacemnya kemarin ga sempat icip sudah ludes dimakan pak suami.


Teh manisnya kurang Jawa, kurang Jawa artinya kurang manis. Selain orang Jawa manis, jika dicoba teh di Jawa (khususnya Jogja) akan diberi gula yang cukup banyak, hehe. Agak kurang manis dan kurang panas.

Recommended ga?


Selera orang tentu akan berbeda-beda, buat saya wedang dan minuman hangatnya (teh) kurang nendang. Tapi rasa sotonya mantap. Apalagi saya belum sukses bikin soto, jadi nyicip soto yang pas di lidah bakal bahagia banget. Mungkin kalo anak saya udah boleh nyicip beragam makanan saya bakal melipir ke sini lagi buat ngenalin wedang ronde ke dia. Sayangnya lokasi yang cukup buat perjuangan dari rumah kayaknya jadi bahan pertimbangan buat mampir lagi. Tapi ga menutup kemungkinan sih kalo iseng dan pak su bojo bersedia nyetiri kita mampir lagi. Buat yang lidah njawa dan kangen rasa njawa boleh dicoba kok tempat ini , apalagi harganya juga terjangkau . Monggo mampir pinarak….