Memilih Pengasuh Pulang Pergi, Apa Enaknya?

Urusan pengasuh anak atau asisten rumah tangga memang cukup banyak drama yang terjadi. Bukan, bukan saya. Saya gak terlalu sering drama urusan pengasuh anak. Pernah, tapi lebih kecil lah dibanding beberapa drama lain yang pernah saya baca.

Beberapa teman yang sama-sama perantau memilih membawa pengasuh dari daerah asal, entah daerah asal suami atau daerah asal si istri. Ada juga yang mencari pengasuh yang mau menginap tapi dari daerah yang tak terlalu jauh dari Palembang.

Saya sendiri, sebagai keluarga perantau memilih pengasuh yang pulang pergi saja. Bejo alias untung kalau kata ibu-ibu di kantor saya dapat pengasuh anak yang sekarang. Gimana ga untung, awalnya nyari yang bisa ngasuh anak, eh dibonusin yang bisa masak dan mau beberes rumah.

Memilih pengasuh itu, susah-susah gampang. Setiap keluarga mungkin punya pertimbangan yang berbeda, termasuk alasan saya memilih pengasuh yang pulang-pergi. Kenapa saya lebih memilih pengasuh yang pulang pergi ?

  • Ukuran rumah yang kecil
    Ukuran rumah saya tak terlalu besar. Tapi rasa-rasanya barang tuh buanyak numpuk. Gak minimalis apalagi ala Marie Kondo banget.Berhubung waktu awal lahiran dulu orang tua saya rencana datang dan menginap di rumah, tak terlalu kepikiran punya pengasuh yang menginap.  Orang tua menginap, otomatis udah gak ada ruang lagi buat tidur pengasuh. Pilihannya, kalau emang sejelek-jeleknya ga dapat pengasuh, ya mungkin saya bakalan resign.
  • Berusaha tak terlalu tergantung
    Sebagai suami istri yang bekerja, kadang ada rasa bersalah karena ya waktu bersama anak tak terlalu banyak. Memilih pengasuh yang tak menginap menjadi pertimbangan sekaligus ‘paksaan’ agar peran kami sebagai orang tua masih terjaga.Untungnya, kantor kami berdua tak terlalu sering menuntut lembur. Pulang pun lebih sering on-time jam 5 sore. Kalaupun lembur, biasanya sih suami sehingga saya masih bisa main-main sama anak.
  • Tak repot urusan mudiknya pengasuh
    Beruntungnya punya pengasuh pulang pergi, biasanya rumahnya pun ga jauh-jauh dari tempat tinggal kita. Kami pun ga bingung urusan beliau mau mudik.Beberapa teman yang bawa pengasuh dari daerah yang sifatnya menginap, tentu perlu memikirkan bagaimana kalau pengasuh mudik, misal waktu hari Lebaran. Kalau asalnya sama, ya bisa mudik barengan. Tapi, bisa aja pengasuh mau mudik duluan, beda jadwal sama kita.Belum lagi kalau ternyata daerahnya beda sama tujuan pulang kita, tentu perlu cara untuk memastikan pengasuh selamat berangkat ke tempatnya pulang. Kan, kita harus tanggung jawab.Mudiknya pengasuh, biasanya ada efek lain sih, yaitu pengasuh ga mau balik lagi. Apalagi, kalau daerah tempat kita tinggal jauh dari rumah asalnya mereka. Ya, mulailah drama pengasuh atau ART.

 

  • Gak banyak gossip dengan tetangga atau ART lain
    Sebenarnya, kalo yang ini balik lagi ke masing-masing individu. Cuma, kalau menurut saya sendiri sih, kalau pengasuh pulang pergi, interaksi dengan tetangga atau ART lain bisa lebih sedikit. Lebih gak mengkhawatirkan gitu.Kenapa banyak interaksi agak mengkhawatirkan? Kalau ternyata tetangga tau pengasuh kita rajin terus diincer gimana, kan bakal repot. Hahaha. Atau, bisa jadi ART lain tanya-tanya gaji atau aturan libur, terus ternyata ada yang sirik-sirikan, kan bahaya juga. Bisa jadi kita kebaikan, atau malah terlalu tega.

Walaupun menurut saya, lebih less drama sih, tapi ada juga tantangan yang terjadi kepada pengasuh yang pulang-pergi yang kadang kala mau tak mau harus saya hadapi, seperti:

  • Pengasuh tak bisa masuk kerja
    Pengasuh pernah gak bisa masuk kerja. Selama ini sih alasannya selalu masuk akal, mulai dari sakit, ada urusan keluarga, atau yaada urusan lain yang memang gak bisa ditinggalkan.Mau gak mau, saya harus cari cara nih biar anak tetap terurus tapi kerjaan saya sama suami tetap lancar. Dulu, sempat saya beberapa kali izin setengah hari bahkan cuti. Suami juga pernah cuti ketika pengasuh ga masuk dan jatah cuti saya udah abis-bis.Waktu anak udah bisa duduk dan jalan, saya berani bawa anak ke kantor. Untungnya sih atasan dan teman kantor maklum. Maklum banget malah, soalnya ga ada yang bisa dititipin sih, ga ada keluarga di sini. Efeknya, ya kadang kerjaan agak-agak terganggu.Tapi, belakangan ini saya cukup senang karena di dekat rumah dan kantor ada daycare yang baru buka dan menerima harian. Jadi, kalau memang pengasuh gak masuk, daycare solusinya. Karena daycarenya dekat, kami ga mau juga nitipin full. Ketika istirahat siang, ya kami bawa pulang dulu.

    Pengasuh yang jago masak dan beberes ga masuk, artinya ya saya dan suami juga harus bagi tugas biar rumah juga tetap beres. Biasanya agak santai jadi kudu bangun lebih pagi dan siap-siap serba ribet. Kalau gak sempat masak, untung ada katering di kantor hahaha.

  • Ketika harus dinas keluar kota
    Walaupun terbilang jarang, belakangan ini sih minimal setahun sekali saya atau suami gentian dinas ke luar kota. Untungnya (lagi-lagi untungnya), belum pernah pas saya dinas, suami ikutan dinas alias pergi dinas barengan. Jadi, ya anak masih ada teman orang tuanya ketika malam hari.
    Awal-awal, ketika suami dinas, biasanya sih saya minta pengasuh menginap. Senangnya, pengasuh bersedia menginap di rumah. Jadi ya saya gak sepi-sepi berduaan doang sama anak. Sekarang, kalau salah satu dinas, paling harus siap berduaan sama anak. Udah makin terlatih sih belakangan ini. Hehehe.

Alhamdulillah sih, selama ini ya kalau dibilang pernah drama ART, ya pernah juga. Tapi masih dikasih solusinya.

Urusan gaji pengasuh / ART pulang-pergi, biasanya sih lebih kecil dibanding yang ART menginap ya. Cuma tetap kita harus memperhitungkan transport harian/mingguan/bulanan untuk mereka. Sementara kalau ART menginap, mungkin transport mudik tahunan yang harus dipersiapkan.

Mau itu pulang-pergi atau menginap, tetap bakal ada drama sih menurut saya. Gimana pinter-pinter cari solusinya aja. Hehehe. Yang jelas, semua balik lagi ke kita, enaknya milih yang pulang pergi atau menginap.

Balada Ibu Produktif di Luar Rumah, Anak dengan Siapa ?

Banyak orang yang bilang, ketika seorang wanita sudah mulai berkeluarga (apalagi punya anak), maka orientasi hidup bisa saja berubah. Tentu saja hal ini terjadi, berkeluarga apalagi punya anak pasti menambah hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Termasuk keputusan menjadi seorang ibu yang produktif di rumah maupun di luar rumah.

Well, rasanya lebih adil menggunakan kata-kata produktif daripada kerja karena moms-war di luar sana sungguh kejam netizen. Semua ibu rasanya sama-sama bekerja entah bagaimana tapi tetap saja ada pertentangan satu sama lain. Saya mah ambil jalan damai aja ya…semua ibu produktif mau di dalam rumah maupun di luar rumah karena itu pilihan kan ya 😀 (*nyengir lebar*)

Saya sendiri sampai sekarang masih bertahan melakukan kegiatan produktif di luar rumah dan kebetulan punya kantor yang setiap Senin sampai Jumat harus dikunjungi dari jam 7.30 sampai 16.30. Karena saya ngantor, sudah pasti dan tidak bukan anak bakal ‘pisah’ untuk sementara waktu. Ketika saya kembali ke kantor setelah cuti melahirkan, pertanyaan yang banyak ditanyakan ke saya adalah,

“Anak sama siapa, Nun?”

Beberapa support system ini bisa jadi kerap menjadi jawaban yang ditemui ketika pertanyaan “Anak sama siapa?” ditanyakan kepada seorang ibu yang mencoba produktif di luar rumah.

  • Keluarga / Orang Tua

Beberapa teman bahkan sepupu ada yang mengambil opsi untuk menitipkan anak pada keluarga. Umumnya, ibulah/nenek yang menjadi tempat menitipkan anak saat bekerja. Kebanyakan teman yang menitipkan kepada ibunya masih tinggal dalam satu rumah atau memiliki rumah yang berdekatan dengan keluarganya.

sylviebliss / Pixabay

Opsi menitipkan anak kepada keluarga sama sekali tak pernah terbersit di benak saya. Selain alasan karena kami merantau dan jauh dari orang tua. Kedua ibu kami (baik dari saya maupun suami) masih punya tanggungan. Adik saya masih sekolah dan perlu ditemani. Sementara ibu mertua masih mengajar dan pensiunnya sekitar 3 tahun lagi.

Pola asuh yang diterapkan orang tua dengan yang kita terapkan pasti berbeda. Tentu aka nada kompromi dengan orang tua terkait hal ini. Menurut saya, jika ingin menitipkan anak kepada orang tua perlu mempertimbangkan bagaimana fisik orang tua, kesibukan orang tua, seberapa ‘jauh’ perbedaan pola asuh orang tua dengan pola asuh yang kita terapkan, dan seberapa ‘ikhlas’ penerimaan kita maupun orang tua akan perbedaan pola asuh. Intinya, sih, jangan sampai malah jadinya berantem karena urusan si anak.

 

  • Baby Sitter

Baby Sitter atau pengasuh khusus anak adalah orang yang telah dilatih secara intensif untuk mengasuh anak kecil. Tugas utama baby sitter adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan anak asuhnya, mulai dari merawat, mengasuh, menjaga, hingga membereskan tempat tidur atau mainan anak.

Umumnya, baby sitter memiliki yayasan khusus yang menaunginya. Baby sitter biasanya memiliki seragam khusus (seperti suster atau perawat rumah sakit). Jika mengambil baby sitter dari sebuah yayasan khusus, umumnya sudah ada pelatihan ketrampilan mengasuh dan merawat anak. Biaya jasa yang dibayarkan terkadang lebih mahal. Namun, bisa juga mengambil baby sitter dari yayasan yang hanya menjadi penyalur. Tentunya perlu dilihat bagaimana baby sitter itu memperlakukan anak.

Beberapa kali pernah seliweran di grup maupun timeline sosial media kasus-kasus baby sitter yang memperlakukan anak dengan kurang baik. Tentu sebagai pengguna jasa, orang tua harus tetap mengawasinya. Pemasangan CCTV sangat disarankan. Hal yang terpenting, tentunya saat seleksi dan wawancara sebelum mereka bekerja di rumah juga harus detail. Kerja sama dan hubungan yang baik dengan yayasan juga perlu dijaga.

Mengingat baby sitter memiliki job desc utama untuk mengasuh anak, tak jarang mereka akan fokus di hal itu saja. Tugas utama ini harus dipahami oleh pengguna jasa. Selain itu, jika ada pola asuh yang ingin diterapkan orang tua, baby sitter juga harus diberi pengarahan agar tetap sejalan dengan aturan yang diterapkan. Baby sitter umumnya akan menginap di rumah, sehingga perlu disiapkan ruangan khusus untuk baby sitter ini. Perhatikan selalu baby sitter dan perlakukan ia dengan baik pula.

 

  • Asisten Rumah Tangga (ART)

Jika baby sitter memiliki job desc lebih spesifik untuk mengurus anak, ART memiliki job desc utama untuk membantu urusan rumah tangga seperti membersihkan rumah, memasak, menyetrika, dll. Walaupun begitu, tak jarang ada ART yang bersedia mendapat tambahan pekerjaan mengasuh anak. Adapula yang mencari ART namun job descnya secara spesifik untuk mengasuh karena secara biaya jauh lebih murah dibanding baby sitter. Biasanya, ART yang seperti ini memiliki kemampuan mengasuh anak berdasarkan pengalaman. Terkadang, ART yang sengaja diminta untuk mengasuh anak juga ikut membantu pekerjaan rumah seperti membersihkan rumah.

Sebuah pesan yang diberikan kepada saya saat mencari ART adalah kita harus mengetahui asal orang tersebut, bahkan jika perlu tahu rumahnya di mana. Beberapa teman yang sama-sama perantauan dari Jawa, ‘membawa’ ART dari Jawa untuk mengasuh anaknya. Pastinya, ART tersebut akan menginap di rumah dan dekat dengan anak. Sebisa mungkin jika ART menginap di rumah, orang tua tetap memperhatikan anak ketika sudah berada di rumah. ART yang menginap di rumah biasanya gajinya lebih mahal dan ada biaya transportasi ‘mudik’.

 

Jika mencari ART ‘lokal’, kita bisa bernegosiasi apakah ia harus menginap atau pulang-hari (menemani anak dari pagi-sore). ART pulang hari cocok bagi orang tua yang bekerja dengan waktu kerja konsisten, jarang lembur, dan bisa pulang sebelum magrib. Jika memilih ART model seperti ini, sebisa mungkin buat peraturan yang jelas terkait jam datang dan jam pulang. Adakalanya ART model pulang hari meminta izin. Hal ini yang menjadi poin minus karena artinya orang tua harus siap sedia untuk ‘repot’ tidak masuk kerja atau bawa anak ke kantor.

Tak ada salahnya jika kita memasang CCTV untuk mengawasi kegiatan ART bersama anak. ART yang secara khusus memegang anak dan ada di rumah biasanya bisa lebih memberikan ketenangan batin bagi beberapa orang tua. Pastinya, perlakukan ART dengan baik sebagai bentuk terima kasih atas bantuannya menjaga anak kita.

 

  • Day Care

Saat ini, penitipan anak (day care) semakin banyak bermunculan di kota-kota besar. Ada pula perusahaan atau instansi yang sengaja membuat day care khusus. Dengan adanya day care, tentu orang tua yang bekerja semakin dibuat nyaman. Beberapa alasan teman memilih day care antara lain adanya program khusus yang disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Selain itu, day care bisa menjadi lokasi anak untuk belajar bersosialisasi.

hpgruesen / Pixabay

Untuk memilih day care, akan lebih baik jika day care dekat dengan tempat bekerja atau rumah. Selain itu, perlu dilihat jumlah pengasuh dan jumlah anak yang diasuh, bagaimana perbandingannya. Jangan sampai saat anak kita masuk ke day care tidak bisa diperhatikan. Program dan fasilitas yang diberikan juga harus dipelajari. Selain itu, perlu juga diketahui tentang penanggung jawab day care, kebersihan tempat, serta bagaimana day care tersebut menangani jika hal emergency terjadi pada anak.


Jika sedang menjalani aktivitas menjadi ibu produktif di luar rumah, pada umumnya waktu dengan anak memang menjadi berkurang. Tentunya kita ingin anak tetap mendapatkan perhatian. Bantuan apapun yang kita pilih untuk anak tentunya perlu dicari yang paling sesuai dengan kemampuan dan situasi yang dijalani. Dengan adanya keluarga, baby sitter, ART, atau daycare yang membantu, diharapkan produktivitas orang tua di tempat kerja juga tetap terjaga. Saat kembali ke rumah, manfaatkan waktu dengan baik bersama anak.