….


Ketika saya membaca grup whatsapp angkatan SMA saya di hari Jum’at, 31 Maret 2016 lalu, tentu saya terkejut membaca adanya pembunuhan di SMA saya.
Memori saya kembali ke tahun 2004 saat akhir masa SMP dan entah kenapa saya terilhami untuk bersekolah di sana. Selama bersekolah dan lulus, mungkin saya belum menjadi dan memberikan yang terbaik seperti yang dicita-citakan dan ditanamkan selama masa pendidikan. Mungkin saya baru sampai pada level ‘berusaha menjadi dan mencoba memberikan terbaik walau hasilnya hanya baik’. Tapi yang saya rasakan, bersekolah selama 3 tahun dengan teman, guru (biasa kami sebut pamong), yang sangat beragam asal daerahnya bisa menjadikan kami merasa sebagai 1 keluarga. Banyak hal yang dilalui dan menjadi kenangan untuk saya. Mungkin saya belum membanggakan, tapi saya bangga pernah merasakan pendidikan di sana. Kekeluargaan dengan saling asah, asih, dan asuh.

Tentu, kejadian yang terjadi dan menjadi bahasan di media cetak dan elektronik, sedikit mencoreng nama almamater. Berita yang awalnya simpang siur memacu beragam opini yang cenderung memojokkan. 

Di hari Jum’at lalu, ketika saya membaca kronologis (atau tulisan sejenis yang menjadi rilisan resmi pihak terkait) di grup WA, bertepatan juga dengan saya mengetahui bahwa korban memiliki kekerabatan dengan salah satu karyawan di tempat saya bekerja. Saya mungkin bukan keluarga dari mereka, saya tidak terlalu mengenal mereka, tapi saya sempat sedikit shock juga dengan alasan yang saya sendiri masih bingung. 

Saat kejadian ini masuk akun instagram yang biasa menginfokan berita artis, masuk kanal berita online dan televisi, saya merasa sedih karena sebenarnya kebenaran belum terungkap tetapi asumsi dan opini sudah berkembang. Saya mencoba menjaga mulut dan tangan untuk tidak menjawab secara detail ketika ada pertanyaan. Ya, tunggu saja detail resminya. 
Tentu ini duka bagi keluarga yang ditinggalkan, juga menjadi duka bagi kami (alumni, almamater, pamong, keluarga besar SMA TN). Rasanya wajar jika kami (yang sedikit banyak tahu tentang kejadian yang mungkin adalah kebenaran) mencoba membersihkan noda yang mencoreng nama baik almamater kami.

Hari ini, Sabtu 1 April, kejelasan telah terlihat. Ini bukan tentang senioritas seperti yang telah ditudingkan banyak orang tanpa tahu tentang sistem pendidikan kami di sana. 
Saya, sebagai alumni tetap percaya kepada almamater saya. Saya, sebagai alumni tetap bangga memiliki keluarga besar ini. Saya ingat, kami didik untuk di manapun kami berada, memberikan yang terbaik bagi nusa, bangsa, dan dunia. Namun, saya mengutip status kakak kelas SMA, ” Jadilah orang baik, bukan yang terbaik. Perfect is nothing without kindness”. Semoga saya bisa lebih baik, berusaha dan pada akhirnya mampu memberikan karya baik saya. Amin.
Hormat saya,

FAN – 04.4021

Leave a comment